Sastra Alegoris, Biografi Teks, dan Dunia Fantasi
Eko Darmoko, pengarang 22 cerita dalam buku ini—buku kumpulan cerpen keduanya, setelah Ladang Pembantaian (Pagan Press, 2015)—menyatakan kredonya hendak meruntuhkan tembok yang membatasi ruang fakta dan ruang fiksi.
Menulis cerpen tak lain adalah menciptakan sesuatu peristiwa—termasuk menandai waktu di dalamnya, dan yang pasti menempatkan, serta mengisinya pada suatu ruang. Maka keutuhan menjadi taruhannya. Sudah barang tentu keutuhan yang dimaksud menyangkut; perpaduannya, kontradiksinya, paradoksnya, karut-marutnya, pergulatannya, ketegangan-ketegangannya yang mengatasi segala teknik, strategi, trik, intrik, gaya dari sang pengarang.
Dengan kata lain, sebuah cerpen adalah lebih sebagai permainan ruang dalam suatu peristiwa yang mewaktu, dibandingkan sebagai kesungguhan peristiwa dalam suatu waktu yang memeristiwa, atau sebuah peristiwa yang meruang.