logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMenutupi Puncak Gunung Es
Iklan

Menutupi Puncak Gunung Es

Selain tegas dan humanis, Polri juga perlu menegakkan aspek transparan dan akuntabilitas. Pimpinan institusi Polri harus menjamin tidak ada upaya melindungi jika pelaku-pelaku kekerasan merupakan oknum Polri.

Oleh
IKHSAN YOSARIE
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/K-JZ7EahmCCDdcQDqI0J45nxkks=/1024x633/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F20201016AGS31_1603462397.jpg
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Siluet polisi menghadang mahasiswa yang berunjuk rasa menolak disahkannya Undang-Undang  Cipta Kerja di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020).

Publik sempat dibuat terkejut melalui terbitnya surat telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. Terdapat 11 poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya berupa larangan media untuk menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Media diimbau menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, tapi humanis.

Surat telegram itu memang tidak berumur panjang. Selang beberapa waktu, Polri mencabutnya melalui Surat Telegram ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 bertanggal 6 April 2021. Pencabutan ini memang sudah selayaknya dilakukan, mengingat beberapa muatannya yang berpotensi menghambat pemajuan demokrasi, terutama kebebasan pers dan reformasi Polri.

Editor:
yovitaarika
Bagikan