logo Kompas.id
›
Opini›Timbangan Idul Fitri
Iklan

Timbangan Idul Fitri

Ada banyak hal yang kini berlangsung di sekitar kita tidak lagi ditakar dengan cara yang benar, atau tidak ditakar dengan alat yang benar. Buntutnya, banyak nilai dan tatanan jadi jungkir balik tak karuan.

Oleh
DIPO ALAM
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/xkN956-FMjN-JgROCoFSEgSUIfA=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2F2156cf32-bc89-4b9f-8172-20210cad61fa_jpg.jpg
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga membawa bunga selasih yang dibeli di Pasar Kaponan, Kecamatan Pakis, Magelang, Jawa Tengah, Senin (10/5/2021). Bunga tersebut digunakan warga kawasan itu untuk berziarah ke makam leluhur menjelang Idul Fitri. Harga bunga tersebut saat ini meningkat menjadi Rp 5.000 per ikat karena tingginya permintaan menjelang Lebaran. Harga jual berbagai bunga tabur yang digunakan untuk berziarah ke makam leluhur turut meningkat menjelang hari raya itu.

Dalam tradisi Islam di Indonesia, Idul Fitri bukan hanya ritus keagamaan, melainkan telah menjadi ritus sosial dan kebudayaan yang berakar dalam. Secara ekonomi, Idul Fitri juga mesin pendorong ekonomi yang signifikan.

Dari sisi keagamaan, Idul Fitri biasanya dimaknai dalam dua pengertian, sesuai makna yang melekat pada kata fitri. Pertama, kata fitri diartikan ’berbuka puasa’, sesuai akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo-yufthiru). Dengan demikian, Idul Fitri berarti ’Hari Berbuka Puasa’.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan