logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊHumor di Mata Daniel Dhakidae
Iklan

Humor di Mata Daniel Dhakidae

Di mata Daniel, cendekiawan, termasuk kaum pelawak, pekerja humor, sebagai kelas baru, juga bisa dilihat sebagai suatu momen baru dalam suatu rentetan panjang sirkulasi elite historis.

Oleh
DARMINTO M SUDARMO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/I9rMfpFApL3yFg57YWmRKK-m8rk=/1024x706/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F03%2F20190322_BENYAMIN_B_1553260702.jpg
KOMPAS/HADI TJAHJAINDRA

Bing Slamet seorang pelawak yang selalu membawa suasana humor. Iskak (kanan) menarik ujung baju Bing. Si "Setan Kuburan" Benyamin S menambah meriah dengan tawanya yang berat. Suasana ini usai acara malam dana untuk komponis Gesang yang diadakan Bing Slamet dan teman-teman di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, November 1971.

Sejujurnya, tak banyak cendekiawan Indonesia yang memiliki perhatian serius pada humor. Berbeda dengan Daniel Dhakidae (22 Agustus 1945 - 6 April 2021). Sebagai ilmuwan sosial, ia juga menyisakan sebagian waktunya untuk mempelajari humor secara ilmiah. Sebagaimana yang dilakukan Arwah Setiawan, Jaya Suprana, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan beberapa peminat studi humor lainnya.

Di mata Daniel humor itu sebuah fenomena yang khas. Karena itu ia punya rasa kepenasaran besar untuk menyingkap misteri di baliknya. Ia pelajari batang tubuh humor secara seksama. Kemudian, tak lupa ia cermati juga dahan ranting, daun, bunga dan buahnya.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan