logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊNasib Warisan Budaya di Bawah ...
Iklan

Nasib Warisan Budaya di Bawah Air

Sungguh ironis, duapertiga wilayah negara terdiri atas perairan, tapi dukungan pemerintah terhadap arkeologi bawah air masih sangat lemah. Belum lagi tinggalan bawah air dari beberapa sungai dan danau.

Oleh
DJULIANTO SUSANTIO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/8q1QtsWYEoja7wXLp4O7pMFRai4=/1024x595/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F01%2Fkompas_tark_8548395_44_0.jpeg
Kompas

Sejumlah benda peninggalan masa lalu yang berada di dasar laut dan informasi mengenai kekayaan bawah laut ditampilkan dalam pameran "Rahasia Warisan Budaya Bawah Air" di Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (26/8/2014). Pameran yang digagas oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan tersebut akan berlangsung hingga 31 Agustus.

Dalam beberapa hari terakhir muncul berita hangat di berbagai media, termasuk media daring. Ini karena pada awal Februari 2021 keluar Perpres no. 10 Tahun 2021 yang memungkinkan investor asing mengangkat harta karun laut dari perairan Indonesia. Harta karun laut yang dimaksud adalah Benda-benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) atau Warisan Budaya Bawah Air (WBAA). Kebijakan itu mengundang reaksi dari berbagai kalangan.

Masalah harta karun laut mulai mencuat pada 1986. Ketika itu seorang arkeolog, Santoso Pribadi, hilang di laut. Ia sedang menginvestigasi sindikat internasional pimpinan Hatcher yang menjarah ribuan potong keramik, perhiasan, dan benda-benda berharga lain dari kapal karam. Barang-barang curian itu ternyata kemudian dilelang di mancanegara dengan hasil fantastis. Dalam beberapa tahun saja terjadi beberapa kali pelelangan di mancanegara.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan