logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊJalan Panjang Pengabdian...
Iklan

Jalan Panjang Pengabdian Politik Perempuan

Hasil penelitian menunjukkan anggota parlemen perempuan lebih banyak bekerja untuk konstituennya dibandingkan dengan legislator laki-laki. Gaya kepemimpinan perempuan juga cenderung kooperatif dan inklusif.

Oleh
RINI KUSTIASIH
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/mbt0Ec9vvERgUPJdHeuQJqQNY04=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F681ae451-d29d-45a6-92e2-f83274f5aad9_jpg-e1615183913969.jpg
Kompas/Yuniadhi Agung

Sejumlah perempuan hadir dalam aksi menyambut Hari Perempuan Internasional di kawasan sekitar Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Mereka menyuarakan berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan di Indonesia, antara lain masih terjadinya kekerasan terhadap perempuan serta kesetaraan dalam berbagai hal.

Jalan politik perempuan di Indonesia sama terjalnya dengan perjuangan mereka di bidang kehidupan yang lain. Sejak lama dunia politik didominasi laki-laki. Perspektif patriarkis yang bias pun kerap kali menjatuhkan penilaian kepada perempuan sebagai orang yang tidak dapat memimpin, atau terjun ke politik. Kalaupun mereka terjun ke politik, mereka berisiko dilabeli dengan tidak cakap, tidak pintar, atau hanya bermodalkan relasi. Apakah betul demikian?

Anggapan perempuan tidak cakap memimpin, atau kurang layak terjun ke dunia politik, tak terhindarkan lagi menunjukkan bias pandangan yang menempatkan perempuan sebagai golongan masyarakat kelas dua, tidak berdaya, tidak memiliki kemampuan, dan sekadar pelengkap kehidupan. Dalam praktik budaya hal ini bahkan terinternalisasi dengan ungkapan seperti konco wingking yang mendudukkan posisi perempuan sebagai pelengkap penderita.

Editor:
ninukmpambudy, haryodamardono
Bagikan