logo Kompas.id
ā€ŗ
Opiniā€ŗBahaya Politik Plutokrasi...
Iklan

Bahaya Politik Plutokrasi terhadap Demokrasi

Jika mengamati dinamika politik di negeri tercinta, rasanya tak berlebihan jika dikatakan wajah politik kita telah diwarnai budaya plutokrasi yang semakin melapangkan jalan pemilik modal menjadi pejabat publik.

Oleh
BIYANTO
Ā· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/4In7S17Ae_W_OueV2c1gRHWCHgc=/1024x1449/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F20200327-Opini-Digital-6_web_88425899_1585324381.jpg

Dalam suatu kegiatan ceramah keagamaan, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Muā€™ti pernah berseloroh dengan mengatakan bahwa untuk mengikuti pemilihan legislatif atau pemilihan kepala daerah, Anda boleh bermodal popularitas, kapasitas, bahkan integritas. Namun, semua modal itu akan kurang berarti jika Anda tidak memiliki ā€isi tasā€ alias ā€bergizi tinggiā€. Faktor ā€isi tasā€ atau ā€bergiziā€ penting dimiliki setiap calon untuk mengikuti kontestasi politik dalam pemilu.

Candaan Abdul Muā€™ti terasa benar jika kita mengamati praktik politik dalam setiap pemilu. Praktik politik uang (money politics) dalam berbagai ekspresi juga terjadi pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Sebagian calon kepala daerah minta supaya pemberian sesuatu kepada masyarakat tidak disebut politik uang, melainkan ā€sedekah politikā€.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan