logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊPerlunya Perumusan Limitatif...
Iklan

Perlunya Perumusan Limitatif UU ITE untuk Mencegah Multitafsir

Amendemen ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Pasal 45 Ayat (3) jo Pasal 27 Ayat (3) UU ITE perlu dirumuskan lebih limitatif agar mencegah terjadinya multitafsir dan penerapan yang meluas.

Oleh
SIGID SUSENO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/EIurj9Xeru0tcKt9fgsilxkjZ9U=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2F3035b804-bcd8-487d-aaf5-7d7ceb51f348_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Mural yang menyuarakan keadilan untuk musisi Jerink menghiasi tiang jalan layang di Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Jumat (19/2/2021). Jerink saat ini sedang menghadapi masalah hukum terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sejumlah elemen masyarakat tetap berharap adanya revisi atas sejumlah pasal ”karet” di dalam UU ITE karena bisa mengancam kebebasan berekspresi. Pasal tersebut, antara lain, terkait pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.

Respons positif Presiden Jokowi atas kritik masyarakat berkaitan dengan penerapan ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dipandang mengancam hak-hak demokrasi di Indonesia, patut diapresiasi dan disambut dengan baik.

Walaupun pembentukan pasal penghinaan atau pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum, berupa kehormatan atau nama baik warga masyarakat, penerapan ketentuan itu tak boleh merampas kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat warga masyarakat.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan