logo Kompas.id
OpiniDualisme Rezim Hukum Hulu...
Iklan

Dualisme Rezim Hukum Hulu Migas

Saat ini bisnis hulu migas yang dikendalikan melalui kontrak kerja sama sudah menjadi sistem yang mapan. Agar lebih produktif, yang dibutuhkan adalah penyempurnaan, bukan bongkar pasang aturan.

Oleh
JUNAIDI ALBAB SETIAWAN
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/uHegG1VFpkAjMgTxAeTgj49ubtI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F01%2Fkompas_tark_23309879_141_1.jpeg
KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Lanskap kompleks fasilitas pengolahan Residuel Fluid Catalytic Cracker (RFCC) dari areal rooftop reaktor kilang RFCC di kompleks Pertamina Unit Pengolahan (UP) Unit IV Cilacap, Jawa Tengah (14-09-2015. Fasilitas RFCC Pertamina ini mengolah minyak residu menjadi produk bernilai tinggi, di antaranya gasolin dengan oktan di atas 93. Kapasitas kilang RFCC di Cilacap mampu mengolah 62.000 barrel minyak residu per hari.

Perubahan penting yang diusung oleh Undang- Undang Cipta Kerja dalam bidang migas adalah diterapkannya kembali rezim izin/konsesi dalam kegiatan usaha hulu migas.

Perubahan itu tertuang dalam kluster Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pasal 40 (halaman 226), yang mengubah Pasal 5 UU Migas Tahun 2001 dengan tambahan Ayat (1) yang berbunyi: ”Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat”.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan