logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บKrisis Otoritas
Iklan

Krisis Otoritas

Pemerintah punya otoritas untuk mendisiplinkan rakyatnya. Rakyat memilih presiden, gubernur, bupati, wali kota, untuk diberi wewenang mengatur mereka, mendisiplinkan mereka, menghukum mereka bila membahayakan umum.

Oleh
JAKOB SUMARDJO
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/tyy-E__ClBI38uEVixQjkzOg7CU=/1024x626/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F967b207c-a45a-4596-95f6-6ace5fe74450_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Beragam arsip kepresidenan dari tujuh presiden Indonesia dipamerkan dalam Festival Indonesia Maju di Plaza Sudirman, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Siapa pun mengakui, dan malah mengalami, bahwa pemerintahan otoriter pernah terjadi di Indonesia, yakni zaman Orde Lama (1959-1966 ) dan zaman Orde Baru ( 1967-1998 ). Keduanya mengakui sebagai pemerintahan โ€demokrasiโ€, yang satu (Orde Lama) sebagai demokrasi terpimpin, dan yang kedua (Orde Baru) sebagai demokrasi Pancasila.

Kedua pemerintahan itu paling sering mengadakan pelarangan-pelarangan, bahkan di bidang kesenian modern, seperti melarang buku-buku sastra dan nonsastra tertentu atau melarang pementasan teater atau baca puisi. Itulah zaman pemerintahan otoriter yang panjang, mulai tahun 1959 diteruskan sampai tahun 1998.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan