Kampanye Politik Media Sosial Tak Bisa Lagi Ugal-ugalan
Iklan politik di media sosial menjadi salah satu alternatif pendapatan bagi penyedia platform. Namun, sejumlah batasan diterapkan demi terciptanya transparansi dan pencegahan beredarnya informasi palsu.
Sebuah akun Facebook milik pengurus cabang sebuah partai mengiklankan calon wali kota dan wakil wali kota yang bertarung di Pilkada Tangerang Selatan. Orang yang mendanai iklan disebut sangat jelas di dalam iklan itu. Namanya terpampang di dekat nama akun. Di Amerika Serikat, Twitter juga menandai cuitan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ketika ia dipandang memberi informasi yang tidak benar atau cuitannya dinilai membahayakan mereka yang membaca.
Kali ini, orang yang beriklan dan menggunakan media sosial untuk aktivitas politik tak lagi leluasa. Sejumlah pengalaman buruk penggunaan media sosial untuk kampanye politik menjadi penyebab para penyedia platform lebih berhati-hati, bahkan membatasi permintaan iklan politik. Kasus Cambridge Analytica menjadi sejarah kelam penggunaan media sosial untuk memenangkan mereka yang bertarung di dalam ajang politik. Penyedia platform tak mau lagi kecolongan. Mereka tidak mau media sosial menjadi tempat untuk tindakan-tindakan atau aksi-aksi yang tidak terpuji.