logo Kompas.id
OpiniMonopoli Penyiaran di UU Cipta...
Iklan

Monopoli Penyiaran di UU Cipta Kerja

Proses politik di DPR terkait penyiaran ini telah berorientasi pada kebijakan politik pasar yang menguntungkan monopoli dan memperbesar intervensi negara, tetapi justru menafikan kepentingan publik.

Oleh
FATHORRAHMAN HASBUL
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/c9Mc17pZP-eoqJv5El0Z-rn6Gk4=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F4767b76f-0b64-48e8-bae9-8695f38c738c_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Ketua Komisi I DPR Meutia Hafid bersama Wakil Ketua Bambang Kristiono saat memimpin rapat kerja dengan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/4/2020).

Persetujuan untuk mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja oleh DPR memicu reaksi, bahkan resistensi dari masyarakat luas. Sektor perburuhan atau ketenagakerjaan adalah salah satu yang paling banyak disoroti. Di luar sektor ketenagakerjaan, UU ini sesungguhnya juga bias terhadap sejumlah sektor lain, salah satunya dalam sektor penyiaran. UU Penyiaran tampak ”dipangkas” sedemikian rupa.

Beberapa aturan dalam UU ini telah membonsai tumbuhnya demokratisasi penyiaran yang selama ini telah menjadi cita-cita bersama. Kritik keras, antara lain, dilontarkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). AJI menilai draf UU Cipta Kerja yang disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang pada 5 Oktober lalu menghambat proses demokratisasi penyiaran.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan