logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊLegislasi nan Menyebalkan
Iklan

Legislasi nan Menyebalkan

Dalam sistem presidensial biasanya tahap penandatanganan oleh presiden merupakan saat yang paling penting. Oleh karena, presiden akan memberikan posisi pentingnya melalui penandatanganan atau malah memveto UU.

Oleh
ZAINAL ARIFIN MOCHTAR
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/tCoixxe2dE4K5Qz-pYe8nsgQZ9U=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2Fe4bd561b-bb07-428a-a930-a21f8eb790c9_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Para menteri Kabinet Indonesia Maju bersiap berfoto bersama pimpinan DPR RI di akhir Rapat Paripurna DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Rapat paripurna hari itu secara resmi menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Jauh dari riuh penolakan atas RUU Cipta Kerja yang dibuat secara omnibus, DPR dan pemerintah tetap mengebut membentuk UU. Pada 5 Oktober 2020, palu tahapan persetujuan telah diketuk. Artinya, tinggal tersisa dua tahapan legislasi lagi: pengesahan oleh presiden dan tahapan akhir dalam bentuk pengundangan.

Legislasi dalam model presidensialisme Indonesia memang aneh. Dalam lima tahapan di UUD 1945, tahap (1) Pengajuan, (2) Pembahasan, (3) Persetujuan, (4) Pengesahan, dan (5) Pengundangan, menempatkan dominasi presiden. Inilah anomali pergeseran fungsi legislasi yang, meski UUD menggeser fungsi legislasi ke DPR (dalam UUD lama, dipegang presiden), pada dasarnya yang menguat adalah kewenangan presiden.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan