logo Kompas.id
OpiniUU Cipta Kerja dan Pilihan...
Iklan

UU Cipta Kerja dan Pilihan Tersedia

Pemerintah memiliki pekerjaan rumah besar untuk mewujudkan berbagai aturan operasional UU Cipta Kerja. Semoga aturan turunannya akan menunjukkan sisi kemanusiaan daripada hanya kebutuhan ”business friendlly”.

Oleh
REKSON SILABAN
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/iWzDdEYmFemoSH9_zdZxfttOrN8=/1024x489/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F27cf400d-d420-4631-8b8a-02dd8c8e9a20_jpg.jpg
Kompas/Yuniadhi Agung

Seorang buruh beristirahat di sela-sela pekerjaannya merapikan taman di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2005).

Kaum buruh terenyak dengan disahkannya UU Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan, yang ditengarai akan menambah susah hidup buruh. Bulan lalu baru saja mereka terkagum atas kebijakan proburuh Presiden yang memberikan bantuan subsidi upah via BPJS Ketenagakerjaan terhadap 15 juta pekerja, bantuan prakerja, bantuan untuk UMKM. Bahkan, beberapa pengamat internasional memuji tekad Indonesia terus menjalani rute sebagai negara kesejahteraan di tengah pandemi global.

Kelompok yang paling kecewa adalah serikat buruh yang sejak awal berniat baik ikut berunding memberi masukan ke pemerintah dan DPR, karena ada serikat buruh lain yang sejak awal menolak dan tidak mau berunding. Selama 10 hari mereka berunding merumuskan kertas kerja sebagai sandingan atas tujuh pasal paling krusial dalam RUU. Ternyata, bayangan akan terjadi proses demokrasi deliberatif (musyawarah dan mufakat) berakhir dengan demokrasi prosedural, di mana musyawarah hanya terjadi di gedung DPR, sementara masukan tim buruh ini tidak satu pun diakomodasi.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan