Museum sebagai Wahana Pendidikan Politik
Kehadiran museum memang tidak dapat dipandang sebelah mata saja, apalagi sekadar dijadikan salah satu spot untuk berswafoto belaka. Tak ada pilihan lain kecuali memberi perhatian ekstra kepada museum dan galeri.
Dua opini dalam rangka Hari Museum Indonesia, masing-masing dari Djulianto Susantio berjudul ”Merayakan Hari Museum Indonesia pada Masa Covid” (Kompas, 13/10/2020) dan Kresno Brahmantyo berjudul ”Museum dalam Perspektif Sejarah Publik” (Kompas, 14/10/2020) menarik untuk dikaji. Sebab, apa yang dikenal sebagai museum selama ini sesungguhnya bermakna lebih dari sekadar tempat penyimpanan dari berbagai koleksi benda bersejarah. Dengan kata lain, museum pada hakikatnya adalah wahana pendidikan politik yang efektif dan operatif dalam pendidikan yang bernilai sejarah ataupun seni budaya. Benarkah demikian?
Dalam esainya yang berjudul ”Kartun dan Monumen: Evolusi Komunikasi Politik di Bawah Orde Baru” (dalam buku Kuasa-Kata: Jelajah Budaya- Budaya Politik di Indonesia, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2000), Benedict Anderson menjelaskan bahwa museum bukan saja menjadi tempat menyimpan memori atau kenang-kenangan belaka, tetapi juga memoar atau kenangan yang tak terlupakan dari peristiwa penting dan bersejarah.