IDEOLOGI NEGARA
Darurat atas Darurat Pancasila
Memilih MPR langsung oleh rakyat adalah manifestasi hak demokratis, tetapi memilih presiden langsung justru mengkhianati prinsip permusyawaratan dan perwakilan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F9e6ef14d-0b04-498e-9f5a-f478df3b3003_jpg.jpg)
Warga melintas di mural lambang negara Garuda dan tulisan Pancasila di daerah Pasar Minggu, Jakarta, Minggu (2/2/2020).
Pandangan Franz Magnis-Suseno di dalam tulisannya, ”Keluar dari Darurat Pancasila” (Kompas, 25/9/ 2020), menanggapi tulisan saya, ”Darurat Pancasila” (7/9/2020), menunjukkan sisi persamaan sekaligus perbedaan.
Bahwa ”kehidupan sosial politik kian keras, sangar, bengis, vulgar, kriminal dan korup; bahwa demokrasi kita jauh dari memuaskan; bahwa partai-partai politik tidak bermutu; bahwa DPRD-DPRD dan bahkan DPR dipandang sebagai rawan korupsi”—kita sepenuhnya sepakat. Akan tetapi, dalam memaknai apa itu ”darurat Pancasila” terbentang ruang perbedaan cukup tajam sehingga tawaran jalan keluar juga berbeda jauh.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 7 dengan judul "Darurat atas Darurat Pancasila".
Baca Epaper Kompas