logo Kompas.id
›
Opini›Memudarkan Simbol Reformasi
Iklan

Memudarkan Simbol Reformasi

Jika revisi UU MK semata-mata hanya mengatur pensiun hakim, MK akan masuk perangkap oligarki kekuasaan. Sebagian hakim konstitusi akan berutang budi pada politisi DPR.

Oleh
Budiman Tanuredjo
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/JOw7vliHHR7SL9wHHMZ3Bry5rcs=/1024x1214/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190118iam-bdm_1547801486-e1582964965583.jpg
KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Budiman Tanuredjo

Warisan reformasi  1998 di antaranya tiga lembaga negara yang pernah meraih harapan publik. Ketiga lembaga itu ialah Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi. Pencapaian KPK luar biasa! Lembaga itu menggasak siapa saja  penyelenggara negara yang  korup, termasuk Ketua MK Akil Mochtar, hakim konstitusi Patrialis Akbar, dan Ketua DPR Setya Novanto.

Komisi Yudisial (KY), pada awalnya, mampu menjalankan fungsi checks and balances sistem kekuasaan kehakiman. Namun, langkah KY meredup. Kewenangan mengawasi hakim agung dipangkas demi dan untuk alasan kemandirian kekuasaan kehakiman.  KY lalu menjadi semacam lembaga negara berdasar  konstitusi yang tak sepenuhnya punya taji.

Editor:
Antony Lee
Bagikan