logo Kompas.id
›
Opini›Pelestarian Demokrasi
Iklan

Analisa Politik

Pelestarian Demokrasi

Barangkali semua pengamat setuju bahwa hubungan SBY dan Jokowi dengan DPR, masing-masing pada 2009 dan 2019, bersifat akrab. Yang dipersoalkan, apakah keduanya berkorban terlalu banyak untuk mencapai keakraban itu.

Oleh
R William Liddle
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/dG6A8czBE3-o5bpGICPcHjjUM4A=/1024x536/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F9b4003a4-c21b-4592-95a9-68aaa856573d_jpg.jpg
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Upacara bendera yang diikuti sejumlah warga saat peringatan HUT RI Ke-75 di RT 001 RW 011 Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (17/8/2020).

Di luar ekspektasi kebanyakan pengamat, demokrasi sudah bertahan lebih dari 20 tahun di Indonesia. Kenapa? Ada tiga faktor menonjol. Pertama, kepuasan sebagian besar masyarakat dengan pembangunan ekonomi pada masa itu.

Kedua, kestabilan politik selama lebih dari 15 tahun. Terakhir, desentralisasi kekuasaan, terutama ke kabupaten dan kota, yang menciptakan puluhan ribu pendukung baru demokrasi yang memegang posisi-posisi strategis.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 7 dengan judul "Pelestarian Demokrasi".

Baca Epaper Kompas
Memuat data...
Memuat data...
Memuat data...