Iklan
Keluhan Pramoedya dan Keadaan Kini
Kerja-kerja kreatif kesusastraan tak akan pernah mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seorang pengarang, kecuali dia termasuk segelintir dari pengarang beruntung yang diberkati.
Sejak tahun 1952, Pramoedya Ananta Toer telah mengeluhkan soal kondisi finansial pengarang Indonesia.
Lewat dua esai, Hidup dan Kerja dan Keadaan Sosial Para Pengarang: Perbandingan Antarnegara, Pramoedya membandingkan pendapatan pengarang di China dengan pengarang di Indonesia. Saat itu, pengarang China mendapatkan bayaran Rp 1.000-Rp 3.000 untuk tiga halaman tulisan mereka, sementara pengarang Indonesia hanya dihargai Rp 30. Kondisi inilah yang, menurut Pramoedya, membuat pengarang di Indonesia mesti pontang-panting mencari pekerjaan lain agar bisa hidup.