Menghidupkan Utusan Golongan, dari Korporatis ke Inklusif
Saat Orde Baru, utusan golongan dimanipulasi sebagai instrumen pengumpul suara dalam pemilu, memberi legitimasi ”demokratis”, dan melanggengkan kekuasaan. Kini, muncul wacana menghidupkan kembali utusan golongan di MPR.
Munculnya wacana menghidupkan kembali utusan golongan di Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa saja dibaca sebagai adanya kebutuhan (praktis) politik dari beberapa kelompok dalam masyarakat yang merasa belum terwakili secara politik.
Selain kebutuhan politik praktis, sebenarnya juga ada kebutuhan lebih substansial untuk meninjau kembali sistem perwakilan politik yang dianut pasca-amendemen UUD 1945. Empat kali amendemen (1999-2002) telah membawa perubahan mendasar atas sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk perubahan kelembagaan perwakilan politik.