logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บSeni Pertunjukan Setelah...
Iklan

Seni Pertunjukan Setelah Pandemi

Membaca seni pertunjukan bukan semata tentang episentrum estetis, tetapi juga jejaring ekosistem di selingkarnya, termasuk tumbuhnya ekonomi akar rumput, seperti para penjual makanan, mainan, dan tukang parkir.

Oleh
Aris Setiawan
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/2nApV_UPRAXtZCYSP5GYHzWrkrg=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2F20200506WEN7_1588763345.jpg
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Indra salah satu pemusik yang tampil dalam acara Panggung Kahanan Mositifi Covid-19 di Rumah Dinas Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Rabu (6/5/2020). Penyelenggaraan acara seni yang dibagikan secara daring tersebut akan berlangsung hingga dua minggu. Kegiatan ini untuk menghidupkan kembali seni pertunjukan yang terdampak selama pandemi Covid-19.

Apa yang terjadi pada seni pertunjukan kita setelah pandemi covid-19 ini usai kelak? Kemungkinan besar, seni pertunjukan dengan karateristik โ€œruang pentasโ€ yang berhadapan langsung dengan tubuh penonton akan terkoreksi tajam di masa mendatang. Covid-19 yang mengakibatkan pencanangan berbagai pembatasan sosial memungkinkan berubahnya ekosistem seni pertunjukan.

Selama ini, ukuran keberhasilan suatu pertunjukan masih ditentukan dari seberapa banyak penonton yang hadir dan membeli tiket. Tetapi hari ini, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Seni pertunjukan dihadapkan pada satu situasi genting, yang entah sampai kapan akan berakir, harus berkompromi untuk tak menjadi sumber pengumpul masa.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan