Mengarak Pusaka Tunggul Wulung Saat Pandemi Melanda
Saat wabah flu Spanyol melanda Hindia Belanda pada 1918 dan wabah pes melanda Yoogyakarta pada 1946, tombak Kiai Kanjeng Tunggul Wulung diarak untuk meredakan masalah. Kini perarakan pusaka itu kembali ditunggu.
Suasana Yogyakarta awal bulan Maret saat kedatangan Raja dan Ratu Belanda, Willem Alexander dan Ratu Maxima, masih ayem tentrem. Padahal, Surakarta tetangganya dan juga ibu kota Jakarta sudah bergejolak oleh serangan bertubi-tubi penyakit Covid-19. Masyarakat Yogya waktu itu malah hangat bergunjing soal keris Kiai Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro, yang dikembalikan Pemerintah Belanda bersamaan dengan kunjungan Raja dan Ratu mereka.
Ketika jatuh korban jiwa, seorang Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Prof Iwan Dwiprahasto, meninggal setelah sembilan hari dirawat di Rumah Sakit Sardjito pekan lalu, barulah masyarakat Yogya tergerak untuk berbenah. Malah ada tiga abdi dalem Keraton Ngayogyakarta (ditilik dari samir yang dikalungkan di leher sampai ke bawah dadanya) melakukan semacam sesajian tolak bala.