logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊWatak Khas Tindak Pidana...
Iklan

Watak Khas Tindak Pidana Ekonomi

Tindak pidana ekonomi cenderung menimbulkan kerusakan sosial yang besar, karena tidak hanya mencederai lembaga demokrasi tetapi juga merongrong sistem keuangan Negara dalam melaksanakan kebijakan publik.

Oleh
Muladi
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/nKZmQmOvfzrLQIBok1FkEuP1AQA=/1024x655/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2F996afa62-852c-4500-9539-b4ff8ac7b4fd_jpg-1.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Muladi Guru Besar Hukum Pidana FH UNDIP

Tindak pidana ekonomi, termasuk tindak pidana korupsi dilakukan oleh pelaku atas dasar pertimbangan rasional dalam memutuskan apakah pelaku akan melakukan tindak pidana atau tidak, dengan memperhitungkan untung ruginya, termasuk segala risiko apabila tertangkap dan dipidana (a crime of calculation, not passion). Hal ini berbeda dengan tindak pidana kekerasan yang dilakukan karena rangsangan atau gerak hati yang tiba-tiba tanpa pertimbangan untung rugi (Klittgaard, 1998).

Akhir-akhir ini para penegak hukum di Indonesia (Kejaksaan Agung dan Polri) sangat disibukkan dengan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan terjadinya beberapa tindak pidana ekonomi, yaitu terkait kasus PT Jiwasraya (Persero), kasus PT Asabri (Persero) dan kasus MeMiles. Kasus PT Jiwasraya di samping berkaitan dengan klaim gagal bayar nasabah berjumlah sekitar Rp 12,4 triliun, juga mengandung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun, akibat penyalahgunaan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan