logo Kompas.id
OpiniGarin dalam Sepotong Puisi
Iklan

Garin dalam Sepotong Puisi

Industrialisasi telah menghasilkan residu sampah yang menjelma menjadi monster-monster menakutkan. Pesan yang terkesan epik ini diungkapkan Garin dengan cara amat puitis dalam pentas teater "Planet Sebuah Lament".

Oleh
Putu Fajar Arcana
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/R9tzMLC2mKEzHejy98_-mB3Riu0=/1024x1024/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F20190806iam-CAN-drawing_1565107548.jpg
Kompas

Putu Fajar Arcana, wartawan senior Kompas

Meski bukan penyair, Garin Nugroho suka bermain-main dengan puisi. Sejak melakukan debut dalam film cerita Cinta dalam Sepotong Roti (1991), hampir seluruh karyanya diwarnai puisi. Setidaknya pada adegan-adegan yang ia susun, puisi selalu berkelebat dan bahkan memberi warna yang dominan.

Puisi dalam karya-karya Garin bukan sekadar kegenitan, tetapi luruh ke dalam substansi gagasan cerita. Karya terbarunya bertajuk Planet Sebuah Lament dipentaskan 17-18 Januari 2020 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), merupakan sebuah perpaduan yang pernah saya sebut sebagai post-cinema. Di dalamnya terdapat adonan antara teater, tari, nyanyian, film, musik, dan seni rupa. Adonan itu menghasilkan satu jenis ”zat” baru bernama Setan Jawa, sebuah film bisu yang diberi ilustrasi musik oleh beberapa komposer.

Editor:
prasetyoeko
Bagikan