liputan investigasi
Karut Marut Sepak Bola Usia Muda
Maraknya kompetisi sepak bola usia muda sebagian berdampak kisah pilu. Sejumlah pemain muda diduga direkrut tanpa dipenuhi hak-haknya.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F37aaef1c-c410-4ef1-a119-f7e90cbade1c_jpg.jpg)
Direktur Persija Development Ganesh Putra ketika ditemui di Lapangan Persija Jakarta, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Di balik gemerlap kompetisi sepak bola usia muda Elite Pro Academy (EPA), hak-hak pesepak bola usia muda yang terlibat di dalamnya, diduga kurang terpenuhi optimal. Investigasi Kompas menemukan sejumlah fakta, di antaranya penelantaran oleh klub, ketiadaan kontrak resmi, hingga diabaikannya hak pemain untuk mendapat pendidikan.
Kurang terpenuhinya hak-hak pemain muda ini diduga melibatkan klub, sekolah sepak bola (SSB), pelatih, perantara atau agen pemain, hingga orangtua. Temuan ini ibarat potret karut marut pembinaan sepak bola nasional. Berbagai regulasi hanya dijalankan sejauh ada niat baik dari pelatih atau pembina. Mengingat, andai aturan itu dilanggar, tidak pernah ada penegakan hukum.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Karut Marut Sepak Bola Usia Muda ".
Baca Epaper Kompas