Coblosan Tanpa Bilik Suara di RS Margono Purwokerto
Pelaksanaan pemilihan umum melalui kotak suara keliling di RSUD Margono kacau. Pencoblosan dilakukan tanpa bilik suara.
PURWOKERTO, KOMPAS — Pemungutan suara melalui kotak suara keliling di Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekarjo, Purwokerto, berlangsung kacau. Pencoblosan surat suara oleh pasien rawat jalan cuci darah dan keluarganya dilakukan tanpa bilik suara. Hal ini berpotensi melanggar asas rahasia dalam Pemilu. Merespons hal ini, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyumas akan mengevaluasi proses tersebut.
Pemungutan suara di rumah sakit ini berlangsung di dua lokasi, yaitu di lobi utama bagian depan dan lobi gedung Admisi Dialisa dan ICU. Lobi utama bagian depan diperuntukkan bagi tenaga kesehatan dan karyawan rumah sakit yang berjumlah 240 orang. Adapun lobi gedung Admisi Dialisa dan ICU yang berada di bagian dalam rumah sakit digunakan untuk 37 pasien cuci darah beserta keluarga atau pengantarnya.
Baca juga: Ribuan Surat Suara Rusak dan Lebih Dibakar KPU Banyumas
Pemungutan suara di bagian dalam rumah sakit dimulai sekitar pukul 12.39. Saat itu, petugas datang membawa surat suara yang dibungkus dengan kardus. Sejurus kemudian, surat suara, dan daftar hadir ditata. Karena bilik pencoblosan tidak kunjung datang, petugas menyiapkan sudut dalam bagian informasi yang tertutup pintu sebagai tempat pencoblosan.
Baru beberapa orang menyalurkan hak pilihnya, sebuah meja disiapkan di belakang petugas pendaftaran dan pembagian surat suara. Meja itu kemudian diberi sebuah bantalan busa dan paku. Di meja ini, tidak ada bilik penutup sehingga pencoblosan terlihat oleh orang-orang yang ada di lobi. Bahkan, ternyata meja itu dipakai oleh dua sampai tiga orang sekaligus untuk membuka surat suara dan mencoblos.
Baca juga: Logistik Pemilu Mulai Didistribusikan ke Kecamatan di Banyumas
Di lobi itu tampak sejumlah petugas mengenakan seragam bertuliskan KPU dan pengawas. Namun, tidak ada yang menegur proses itu. Kekacauan kembali terjadi lantaran ada pencoblos yang meminta tinta. Namun, petugas KPPS yang melayani pembagian surat suara justru mengatakan tidak apa-apa. Saat itu, seorang wartawan senior Imam Ambarwoto yang meliput sontak menegur keras petugas itu. ”Jangan menggampangkan. Kerja itu yang benar, kalian dibayar untuk itu,” teriak Imam.
Sang petugas pun bergegas mencari tinta dan meminta pemilih tadi mencelupkan jarinya. Petugas itu kemudian meminta maaf kepada wartawan tersebut.
Di sela-sela proses itu, ada sejumlah keluarga pasien rawat inap yang mengeluh karena tidak bisa mencoblos lantaran tidak tahu proses pindah pemilih. ”Saya agak kecewa karena tidak bisa memilih, kayak kurang gimana begitu. Ini kan kegiatan 5 tahun sekali, kalau tidak mencoblos, kurang mantap,” kata Agil (35), warga asal Cilacap yang menunggui istrinya untuk operasi sejak Selasa kemarin.
Hal serupa juga disampaikan Bohari (41), warga Wonosobo, yang menemani adik iparnya operasi sejak Minggu. ”Saya kira dengan KTP saja bisa, ternyata tidak bisa,” ujar Bohari.
Tidak ada bilik penutup sehingga pencoblosan terlihat oleh orang-orang yang ada di lobi. Bahkan, ternyata meja itu dipakai oleh dua sampai tiga orang sekaligus untuk membuka surat suara dan mencoblos.
Meski demikian, layanan kotak suara keliling di rumah sakit ini juga dimanfaatkan oleh Eji (28) yang mengantarkan ayahnya, Kusemaedi (71), rutin cuci darah seminggu dua kali. ”Saya dari Ajibarang. Untuk bisa mencoblos, kemarin mendaftar lewat link. Alhamdulillah bisa mencoblos di sini karena jika harus mencoblos di Ajibarang takutnya tidak sempat,” kata Eji.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Banyumas Sidiq Fathoni menyampaikan, pihaknya akan mengevaluasi proses tersebut. ”Sebenarnya bilik itu sudah disiapkan. Makanya, tadi saya komunikasikan mengapa biliknya yang di belakang belum. Ternyata tadi ada missed, biliknya masih ada di depan. Saya tidak mengecek tadi ada kejadian seperti itu. Yang jelas akan kami evaluasi,” katanya.
Terkait adanya keluarga pasien rawat inap yang tidak bisa memilih, Fathoni menyebutkan, sesuai ketentuan yang berlaku, pemilih yang akan memilih di tempat lain (bukan tempat asal sesuai KTP) itu harus melakukan proses pindah memilih. Pihak KPU sudah berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mendata siapa saja yang pada 14 Februari berada di rumah sakit dan akan dilayani lewat kotak suara keliling.
”Bagi masyarakat yang sekarang tidak bisa memilih karena dia datang setelah H-7 dan tidak mengurus pindah memilih dan cuma hanya membawa KTP, tidak bisa kami layani,” kata Fathoni.