Jurnalis Desak Pelaku Pelecehan Seksual Saat Kampanye di Semarang Diungkap
Perempuan jurnalis masih belum aman dari kekerasan seksual. Di Semarang, jurnalis jadi korban saat meliput kampanye.
SEMARANG, KOMPAS — Seorang perempuan jurnalis di Kota Semarang mengalami pelecehan seksual saat meliput acara kampanye di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/2/2024).
Kejadian itu bermula saat para jurnalis tengah meliput kampanye akbar pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Para jurnalis diajak berswafoto oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Puan Maharani. Para jurnalis lantas mendekat ke arah Puan, termasuk korban. Saat sedang bersiap untuk berswafoto, korban yang berdiri di belakang Puan tiba-tiba disentuh bagian kemaluannya oleh seseorang.
”Saya terkejut, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi sambil melihat ke arah pelaku. Tak lama kemudian, pelaku kembali mengulangi tindakannya. Saya langsung meneriaki pelaku dan bilang bahwa saya keberatan dengan perlakuannya. Pelaku cuma bilang sorry-sorry, terus pergi,” kata korban, Sabtu malam.
Baca juga: Kekerasan Seksual Juga Menyasar Jurnalis
Teriakan korban lantas didengar oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk Puan. Bahkan, Puan sempat menanyakan ada apa kepada korban yang saat itu menangis.
Saksi di dekat korban menjelaskan perihal pelaku yang meraba bagian kemaluan korban. Sempat berupaya menenangkan korban, Puan lalu berbisik kepada salah satu ajudannya sebelum akhirnya pergi.
Perbuatan pelaku disaksikan oleh Titis Anis Fauziyah (26), jurnalis salah satu media daring. Titis mengaku melihat tangan pelaku mengarah ke selangkangan korban.
”Sebelumnya, pelaku sempat berjongkok di belakang Puan dan mengatur agar para jurnalis tidak dekat-dekat (dengan Puan). Padahal, kami dan Puan relatif berjarak, tidak ada yang mendesak ke arah Puan, termasuk korban,” ucap Titis, Minggu (11/2/2024).
Di telinganya ada in-ear monitor dan dia membawa handy talkie.
Eka Setiawan (36), jurnalis lainnya, mengaku sempat melihat kejadian itu. Eka yang berdiri tak jauh dari korban langsung melihat ke arah korban saat korban meneriaki pelaku. Sebelum meninggalkan lokasi kejadian, pelaku disebut Eka sempat berjalan ke arahnya.
Menurut Eka dan Titis, pelaku berbadan tegap serta berpakaian cokelat-hitam dan topi hitam. Pakaian pelaku seragam dengan pakaian yang dikenakan oleh sejumlah orang yang terlihat menjaga keamanan Puan selama kampanye. ”Di telinganya ada in-ear monitor dan dia membawa handy talkie,” ujar Eka.
Akibat pelecehan tersebut, korban mengalami trauma. Hingga Minggu (11/2/2024) siang, sejumlah jurnalis masih mendampingi korban.
Perusahaan media tempat korban bekerja berkomitmen membantu proses pemulihan trauma yang dialami korban. ”Kami menunggu kondisi jurnalis kami pulih, setelah itu pasti akan menindaklanjuti peristiwa tersebut. Bagaimanapun kami tidak menoleransi tindakan-tindakan pelecehan seksual yang menimpa jurnalis saat melakukan tugasnya,” kata R Yustiningsih, salah satu unsur pimpinan tempat korban bekerja, melalui keterangan tertulis.
Dihubungi terpisah, Patria, salah satu anggota staf Puan, berjanji pihaknya bakal mengusut kasus tersebut. Hingga Minggu, pelaku kekerasan seksual itu masih terus dicari. ”Kami masih berupaya mengumpulkan bukti dan keterangan dari para saksi. Nanti, jika sudah ada perkembangan, akan kami sampaikan selanjutnya,” katanya.
Mengecam
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam peristiwa yang menimpa salah satu perempuan jurnalis di wilayahnya itu. Divisi Gender, Anak, dan Kelompok Marginal AJI Kota Semarang, Riska Farasonalia, menyebut, pelecehan seksual dan serangan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan.
”Kami berpandangan perbuatan pelaku termasuk menghalangi kerja jurnalistik. Intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dilarang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Perbuatan pelaku juga mengarah pada dugaan tindak pidana kekerasan seksual seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ucap Riska.
Riska berharap semua pihak turut melawan berbagai bentuk pelecehan seksual dan melindungi kerja-kerja jurnalis. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan aturan agar peristiwa tersebut tidak berulang.
Riska juga meminta perusahaan media tempat korban bekerja terus mendampingi korban dalam proses pemulihan trauma. Menurut Riska, perusahaan media massa harus membuat standar perlindungan untuk mencegah dan menangani berbagai bentuk pelecehan seksual terhadap karyawannya, terutama perempuan jurnalis, yang rentan terhadap kekerasan seksual.
Baca juga: Serangan terhadap Jurnalis Meningkat di Tengah Lemahnya Pelindungan
Survei AJI Indonesia bersama Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2M) mengungkapkan, sebanyak 82,6 persen atau 704 responden perempuan jurnalis pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarier. Ada 10 jenis tindak kekerasan seksual terhadap perempuan jurnalis, dan paling tinggi adalah body shaming secara luring 58,9 persen dan daring 48,6 persen. Riset berjudul ”Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia” itu menyurvei 852 perempuan jurnalis di 34 provinsi pada September-Oktober 2022.