Aktivis Yogyakarta Jalan Mundur, Mengingatkan Demokrasi Tercederai
Malam ini, para aktivis Yogyakarta jalan mundur untuk mengkritik pemerintah. Jumat besok, aksi lebih besar dilakukan.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Puluhan orang yang tergabung dalam Forum Aktivis Jogja melakukan aksi jalan mundur sepanjang sekitar 100 meter dari Alun-alun Utara ke Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Kamis (8/2/2024) malam ini.
Aksi ini dilakukan sebagai unjuk rasa memprotes praktik politik pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo yang sekarang dinilai telah menabrak aturan dan mencederai nilai-nilai demokrasi.
Widihasto, salah seorang aktivis, menuturkan, aksi jalan mundur sengaja dilakukan sebagai simbol bahwa praktik demokrasi di Indonesia saat ini sedang mengalami kemunduran.
”Demokrasi saat ini sedang mengalami kemunduran hebat dan praktik politik yang terjadi sekarang adalah praktik politik terburuk dalam sejarah politik modern Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa Gelar Mimbar Bebas Tuntut Kembalinya Marwah Demokrasi
Kemunduran demokrasi dan praktik politik buruk tersebut terjadi mulai dari kasus pelanggaran etik yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan batasan usia capres-cawapres. Kasus pelanggaran etik juga berlanjut terjadi, dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan pelanggaran etik dilakukan KPU dalam proses penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Aksi jalan mundur ini dilakukan oleh para aktivis dengan mengenakan pakaian hitam sembari memegang obor. Adapun obor ini dimaksudkan sebagai simbol bahwa NKRI saat ini sedang diselimuti kegelapan sehingga perlu nyala api besar untuk meneranginya kembali.
Api juga menjadi simbol dari semangat juang rakyat yang akan terus menjaga NKRI dari kehancuran dan keangkaramurkaan.
Dalam aksi ini, para aktivis juga berjalan mundur dengan mengarak keris pusaka luk 11 Tangguh Mataram. Kekuatan dari pusaka ini dipercaya akan mampu menyingkirkan angkara murka dan keserakahan.
Untuk menguatkan desakan dan protes terhadap pemerintah, Widihasto menuturkan, aksi massa masih akan terus berulang dilakukan.
Aksi di Malioboro
Jumat (9/2/2024), aksi juga akan dilakukan lebih masif. Para aktivis akan melakukan unjuk rasa bergabung dengan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-DIY. Aksi tersebut akan digelar di kawasan Malioboro.
Malam ini, Cipayung Plus DIY juga mengeluarkan petisi mengkritisi pemerintahan. Cipayung Plus DIY adalah organisasi yang merupakan gabungan dari enam organisasi kepemudaan di DIY.
Dalam petisi tersebut, mereka mengeluarkan dua tuntutan. Tuntutan pertama, Cipayung Plus DIY meminta agar Presiden, lembaga pemerintah, ASN, KPU, dan Bawaslu mampu bersikap netral dan menjalankan tugas sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku.
Kedua, mereka juga menyatakan mendukung lembaga penegak hukum untuk menindak tegas ASN, KPU, Bawaslu, capres, cawapres, dan caleg yang terbukti melakukan pelanggaran pemilu.
Baca juga: Prihatin pada Demokrasi, Elemen Masyarakat Protes di Depan Gedung Sate
Yohanes Tola, Ketua PMKRI Yogyakarta, mengatakan, melalui petisi ini, Cipayung Plus DIY ingin mengajak segenap masyarakat untuk memberikan ”sinyal awas” pada kekuasaan pemerintahan.
Sinyal peringatan perlu diberikan didasari oleh adanya temuan tentang keterlibatan beberapa lembaga negara dalam pemilu kali ini. Hal tersebut yang menjadi penanda terjadinya bencana besar dalam demokrasi Indonesia saat ini.