Giliran Akademisi di Semarang dan Salatiga Serukan Keprihatian
Seruan keprihatinan dilakukan akademisi di Semarang dan Salatiga. Penyelenggara negara diharapkan memperbaiki sikapnya.
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Semarang dan Salatiga, Jawa Tengah, turut menyerukan kepihatinan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang dinilai berjalan tidak semestinya. Para penyelenggara negara dan aparatur negara diharapkan bisa menjaga netralitas dan bekerja sesuai dengan koridornya.
Seruan keprihatinan itu salah satunya disampaikan oleh sejumlah guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Rabu (7/2/2024). Pembacaan seruan dilakukan oleh perwakilan Guru Besar Undip Muhammad Nur.
Saat membacakan seruan itu, Nur mengatakan, hukum dibuat sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, bukan untuk mencapai tujuan kekuasaan belaka. Oleh karena itu, sivitas akademika Undip mengimbau segenap penyeleggara negara untuk mengembalikan tujuan pembentukan hukum guna mencapai cita-cita luhur Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggara negara juga diharapkan bisa memastikan pesta demokrasi berjalan aman dan damai, tanpa intimidasi dan ketakutan. Mereka diminta menjalankan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab sesuai dengan koridornya masing-masing.
”Kondisi kehidupan berdemokrasi yang dewasa ini berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan mengalami kemunduran menjadi pelajaran buruk bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, kami mendesak penyelenggara negara untuk kembali kepada penegakan pilar-pilar demokrasi Pancasila yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila,” kata Nur.
Menurut Nur, terdapat sejumlah fakta terkait pencederaan nilai-nilai etika luhur yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam mengawai konstitusi sekaligus pilar-pilar kehidupan demokrasi.
Baca juga: Habis Seruan dan Kritik Tajam Kampus, Terbitlah Video Apresiasi Rektor...
Dia menyebut, nilai-nilai kehidupan berdemokrasi didegradasi secara terang-terangan. Etika dan moral dalam kehidupan berdemokrasi juga disebut telah dirusak hingga mencapai titik nadir.
”Kami mendesak pemerintah dan mengimbau seluruh bangsa Indonesia untuk kembali menjunjung tinggi etika dan moral dalam berdemokrasi guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari potensi kerusakan yang lebih parah. Ini juga penting untuk meningkatkan mutu demokrasi demi kemajuan bangsa,” tuturnya.
Eko Sumardiono, salah satu perwakilan alumni Undip, juga mengungkapkan keresahannya terhadap kondisi demokrasi bangsa. Menurut dia, ada pelanggaran etika dan moral yang dilakukan terang-benderang oleh penyelenggara negara.
”Untuk itu, para generasi muda jangan sampai terlewatkan, jangan sampai terpana dengan promosi-promosi yang tidak masuk akal. Ayo kawal baik-baik pesta demokrasi, pilih dari hati nurani pemimpin yang terbaik dari tiga calon yang ada. Ayo tegakkan etika dan moralitas agar bangsa dan negara Indonesia bisa maju dan disegani bangsa asing,” ucap Eko.
Baca juga: Peluit Cendekia Mengingatkan Penguasa
Di Universitas Negeri Semarang (Unnes), sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa juga berhimpun pada Rabu siang untuk menyerukan keprihatinannya. Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Unnes Issy Yuliasri, dalam seruan yang dibacakannya menyebut, demokrasi Indonesia saat ini terancam oleh otoritarianisme baru atas nama hukum.
Cita-cita reformasi untuk menciptakan negara yang demokratis, kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, kebebasan berekspresi, dan supremasi hukum, dinilai telah tergerus oleh perilaku kekuasaan oligarkis yang intimidatif terhadap kebebasan sipil.
”Kondisi ini menjadi bertambah parah seiring dengan lunturnya keteladanan penyelenggara negara dan maraknya manipulasi simbolik para elite politik. Penyelenggara negara semakin terbiasa mengeksploitasi simbol-simbol populisme guna mendapatkan legitimasi publik sesaat yang sejatinya mengaburkan hakikat demokrasi. Demi kepentingan terbaik bangsa dan negara, kami tergerak untuk menyerukan keprihatinan kami,” ujar Issy.
Sivitas akademika Unnes juga meminta penyelenggara negara, penyelenggara pemilu, TNI/Polri, danaparatur sipil negara, agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok serta keuntungan elektoral sesaat. Mereka juga diminta bertindak profesional dan netral.
Selain itu, Issy juga menyerukan supaya para cendekia menjaga integritas keilmuan dan memperkokoh keberpihakan pada kebenaran. Mereka diharapkan tidak menjadi bagian dari penyulut polarisasi masyarakat.
Baca juga: Rektor Sejumlah Universitas di Jateng Bikin Video Apresiasi Presiden
Kondisi kehidupan berdemokrasi yang dewasa ini berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan mengalami kemunduran.
Di lokasi lain di Salatiga, Jateng, sejumlah pihak yang tergabung dalam gerakan Intelektual Salatiga Peduli Bangsa juga menyatakan seruan keprihatinannya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Sejumlah dosen, mahasiswa, peneliti, dan kelompok masyarakat turut dalam gerakan itu.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Umbu Rauta, yang mewakili gerakan Intelektual Salatiga Peduli Bangsa, menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah melindungi segenap bangsa Indonesia, melayani warga secara menyeluruh, mengutamakan keadaban dalam berpolitik, dan menghindari pelayanan yang diskriminatif.
Baca juga: Seruan Kampus Diabaikan, Pemilih Muda Bisa Beralih Dukungan
Para aparatur sipil negara, Polri, dan TNI diharapkan bisa menghindarkan diri dari upaya menggiring dan mengintimidasi warga untuk kepentingan kelompok tertentu yang berpotensi mereduksi peran sebagai pelayan masyarakat.
”Peserta pemilu harus mengutamakan kesantunan dan moralitas dalam berpolitik, demi kohesivitas dan keutuhan bangsa dan negara. Kemudian, penyelenggara pemilu harus mengedepankan pemenuhan asas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, imparsial, serta melakukan penegakan hukum pemilu yang konsisten,” tutur Umbu.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan bisa menggunakan hak pilihnya secara bebas dan bertanggung jawab. Mereka diminta untuk tidak terjebak pada kepentingan politik identitas serta berperan aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu.
Kontroversi video
Di tengah seruan keprihatinan oleh sivitas akademika sejumlah kampus selama beberapa waktu terakhir, muncul video rektor beberapa universitas yang berisi apresiasi terhadap Presiden Joko Widodo serta mengimbau semua pihak menjaga agar pemilu berjalan damai.
Beredarnya sejumlah video tersebut menimbulkan kontroversi karena ada rektor yang mengaku diminta pihak tertentu untuk membuat video semacam itu. Sejumlah pihak pun turut menyesalkan beredarnya video-video itu karena diduga ada tekanan ke pihak kampus.
Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip, Suradi Jaya Saputra, mengaku prihatin dengan adanya tekanan dari pihak luar ke kampus-kampus. ”Sangat memprihatinkan sampai terjadi penekanan, itulah yang kita tolak. Apa yang kami lakukan hari ini juga merupakan penolakan dari upaya intimidasi,” katanya di sela-sela penyampaian seruan keprihatinan sivitas akademika Undip.
Baca juga: Diminta Buat Video Apresiasi Kinerja Presiden, Rektor Unika Soegijapranata Menolak
Salah satu rektor yang turut memberi pernyataan melalui video adalah Rektor Undip Yos Johan Utama. Dalam video itu, Yos menyatakan, setiap orang memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Namun, dia juga mengingatkan, hak menyampaikan pendapat itu harus disertai dengan tanggung jawab.
Ketua Bidang Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Undip Aufa Atha Ariq mengatakan, seruan sivitas akademika pada Rabu ini merupakan bagian dari hak menyatakan pendapat. Menurut dia, apa yang disampaikan sivitas akademika Undip dalam seruan tersebut sama dengan apa yang disampaikan oleh Yos.
”Kami dengan Prof Yos dalam pernyataannya tidak jauh berbeda, istilahnya kami lebih frontal dibandingkan Prof Yos yang menggunakan gaya-gaya yang berbeda. Kami menggunakan gaya-gaya yang lebih melawan dan lebih menunjukkan bahwasanya kami sivitas akademika prihatin dengan kondisi negara saat ini," ucap Aufa.
Sementara itu, Manajer Layanan Terpadu dan Humas Undip Utami Setyowati menyebut, pernyataan sikap atau seruan yang dilakukan sejumlah pihak di kampus itu bukan atas nama institusi. Menurut dia, segala yang berkenaan dengan pernyataan sikap menjadi pendapat pribadi masing-masing.
”Universitas Diponegoro sebagai insitusi negara selalu berusaha menjaga dan menegakkan netralitas serta budaya santun dan damai dalam setiap pemilu,” kata Utami.