logo Kompas.id
NusantaraPara Guru Besar ITB Kritisi...
Iklan

Para Guru Besar ITB Kritisi Keadaban Demokrasi Jelang Pemilu 2024

Deklarasi oleh sivitas akademika di ITB ini dipicu sejumlah tindakan yang dinilai tidak demokratis.

Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
· 3 menit baca
Sejumlah guru besar Institut Teknologi Bandung melakukan Deklarasi Akademik terkait Mencegah Kemunduran Demokrasi di Sasana Budaya Ganesa ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (5/2/2024). Para sivitas akademika ini bergabung dalam Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Sejumlah guru besar Institut Teknologi Bandung melakukan Deklarasi Akademik terkait Mencegah Kemunduran Demokrasi di Sasana Budaya Ganesa ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (5/2/2024). Para sivitas akademika ini bergabung dalam Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas.

BANDUNG, KOMPAS — Ratusan guru besar Institut Teknologi Bandung menyuarakan demokrasi yang berintegritas dalam menyambut Pemilihan Umum 2024. Deklarasi yang digelar secara langsung dan dapat diikuti secara daring pada Senin (5/2/2024) ini diwarnai sabotase oleh salah satu peserta daring.

Para guru besar dan dosen ini menyebut diri sebagai Komunitas Guru Besar dan Dosen ITB Peduli Demokrasi Berintegritas. Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB Yasraf Amir Piliang menyatakan, guru besar dan dosen yang bergabung dalam aksi seruan ini mencapai lebih dari 100 orang.

Sebagian dari para pengajar di ITB ini berkumpul dan mendeklarasikan sembilan poin untuk mencegah kemunduran demokrasi bangsa ini. Deklarasi digelar di gedung Sasana Budaya Ganesa, Kota Bandung, serta diikuti juga oleh ratusan peserta secara daring.

Baca juga: Sivitas Akademika Universitas Padjadjaran Serukan Pemilu Bermartabat

Poin deklarasi ini menekankan kepada praktik demokrasi di Indonesia yang lebih beradab dalam menyambut Pemilihan Umum 2024. Pemimpin harus bertindak sebagai negarawan yang memberikan teladan dalam penegakan hukum, aturan, serta etika publik untuk membangun demokrasi yang berkualitas.

Mahasiswa berjalan di Kampus Ganesha Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/9/2021). ITB akan menggelar pembelajaran tatap muka dengan memprioritaskan kegiatan praktikum, studio, dan kuliah lapangan.
YUNI IKAWATI

Mahasiswa berjalan di Kampus Ganesha Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/9/2021). ITB akan menggelar pembelajaran tatap muka dengan memprioritaskan kegiatan praktikum, studio, dan kuliah lapangan.

Namun, sejumlah guru besar ITB menilai apa yang terjadi kali ini menunjukkan hal yang sebaliknya. Yasraf menyatakan, sejumlah tindakan dinilai tidak beretika karena sudah ada keberpihakan, terutama dari pihak-pihak yang semestinya mengawal pemilu menjadi jujur dan adil.

Iklan

Pernyataan dari Presiden Joko Widodo terkait dukung-mendukung dalam kampanye, lanjut Yasraf, menjadi salah satu pemicu utama. Bahkan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran ini terkait penerimaan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden.

”Hal yang terjadi ini menunjukkan tanda runtuhnya keadaban. Ada keberpihakan dari negara sebagai pihak yang semestinya mengawal pemilu agar jujur dan adil. Ini yang menjadi landasan kami menyatakan deklarasi. Kami mengarahkannya kepada rezim, bukan kepada individu,” ujarnya.

Yasraf yang juga pemikir sosial dan kebudayaan dari ITB menyatakan, apa yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi dari sistem pemilihan langsung dalam pemilu di Indonesia. Modal politik yang besar menjadikan para elite bergantung pada oligarki dan pemilik modal karena ongkos yang besar.

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemilihan Suara di di TPS 003 Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, memperlihatkan tinta sebagai bukti menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bandung, Rabu (9/12/2020).
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemilihan Suara di di TPS 003 Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, memperlihatkan tinta sebagai bukti menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bandung, Rabu (9/12/2020).

”Pemilihan langsung butuh biaya besar. Di sini masuk kesempatan orang-orang berduit dan memberikan ruang pada oligarki. Pencitraan lebih diperhatikan tanpa melihat prestasi dan cenderung populis,” ujarnya.

Video tidak senonoh

Pembacaan deklarasi ini diwarnai aksi salah satu peserta daring yang menunjukkan video porno selama beberapa detik. Guru Besar Sekolah Farmasi ITB Daryono Hadi Tjahjono menduga ada pihak-pihak tertentu yang kurang senang dengan aksi yang dilakukan para sivitas akademika di ITB ini.

Hal yang terjadi ini menunjukkan tanda runtuhnya keadaban. Ada keberpihakan dari negara sebagai pihak yang semestinya mengawal pemilu agar jujur dan adil. Ini yang menjadi landasan kami menyatakan deklarasi. Kami mengarahkannya kepada rezim, bukan kepada individu.

Namun, Daryono mengklaim, sejauh ini tidak ada tekanan dari pihak luar dalam pelaksanaan deklarasi ini. Dia berujar, perbedaan-perbedaan pendapat yang ada perlu dihargai karena aksi ini melalui proses demokratis.

”Kami memohon maaf karena mungkin kelemahan dari tim saat video itu ditayangkan. Mungkin ada pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan apa yang kami lakukan. Kami akan diskusikan untuk menentukan langkah selanjutnya,” ujar Daryono.

Baca juga: Sivitas Akademika UPI Ingatkan Presiden lewat Petisi Bumi Siliwangi

Editor:
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Bagikan