Papua Masih Kesulitan Penuhi Kuota KPPS
KPU Papua kesulitan mencapai kuota anggota KPPS. Di pedalaman, mayoritas calon petugas tidak dapat memenuhi syarat latar belakang pendidikan dan surat keterangan sehat.
JAYAPURA, KOMPAS — Penyelenggara Pemilihan Umum 2024 di Papua masih kesulitan memenuhi kuota anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS. Pasalnya, sejumlah daerah di Papua terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia yang sesuai persyaratan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua mencatat jumlah daftar pemilih tetap pada sembilan kabupaten dan kota sebanyak 737.835 orang. Tersedia 3.109 tempat pemungutan suara (TPS) untuk mengakomodasi hak pilih masyarakat.
Namun, dari sembilan kabupaten, baru dua daerah, yakni Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Waropen, yang telah memenuhi kuota petugas KPPS. ”Padahal, penutupan pendaftaran pada 20 Desember 2023 dan diperpanjang hingga 31 Desember 2023,” kata Ketua KPU Papua Steve Dumbon saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (3/1/2024).
Baca juga : KPU Rekrut 5,7 Juta Petugas KPPS, Surat Keterangan Sehat Jadi Syarat
Hingga rapat evaluasi pada 28 Desember lalu, kuota KPPS belum juga terpenuhi. Setiap TPS diisi oleh tujuh petugas KPPS. Artinya, dibutuhkan 21.763 orang untuk bertugas di 3.109 TPS.
Steve tidak merinci banyaknya kekurangan petugas di setiap daerah. Ia menyebut ada daerah dengan kuota terpenuhi masih di bawah 50 persen. Di Kabupaten Supiori, misalnya, dari 553 anggota KPPS yang dibutuhkan, baru 98 orang yang direkrut. Begitu pula di Kabupaten Mamberamo Raya, KPU setempat baru dapat merekrut 394 petugas dari total kebutuhan 1.029 orang.
Banyak daerah tidak miliki SDM sesuai persyaratan. Misalnya, pelamar tidak memiliki ijazah SMA. Masyarakat di kampung dan distrik terpencil terhitung minim yang menempuh pendidikan hingga ke jenjang tersebut.
Bahkan, daerah di daratan utama juga masih kekurangan anggota KPPS. Kota Jayapura baru merekrut 3.383 petugas KPPS dari total kebutuhan 6.580 orang. Di Kabupaten Jayapura, baru terpenuhi 3.879 orang dari kebutuhan 3.976 petugas.
”Daerah-derah lain, situasinya hampir sama. Kendala paling utama adalah persyaratan seperti ijazah SMA dan surat keterangan sehat,” ujarnya.
Steve menyebut, banyak daerah tidak miliki SDM sesuai persyaratan. Misalnya, pelamar tidak memiliki ijazah SMA. Masyarakat di kampung dan distrik terpencil terhitung minim yang menempuh pendidikan hingga ke jenjang tersebut.
Belum lagi, perekrutan anggota KPPS baru dilakukan satu bulan terakhir. Bisa dibilang, KPU kecolongan oleh partai politik yang jauh sebelumnya telah lebih dulu merekrut anggota di setiap kampung dan distrik sebagai saksi di TPS.
Persyaratan lain yang juga memengaruhi minat masyarakat adalah surat keterangan sehat. Persyaratan ini sulit dipenuhi masyarakat di wilayah terpencil karena kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan dengan alasan jarak dan biaya.
Baca juga: Warga Kurang Minat Jadi Penyelenggara Pemilu
Oleh karena itu, KPU Papua mengusulkan agar ada pelonggaran persyaratan bagi kampung dan distrik yang kesulitan memenuhi kuota. Keringanan paling memungkinkan adalah mengubah syarat dari ijazah SMA menjadi ijazah SD atau SMP.
Selain itu, pengurusan kartu kesehatan juga diupayakan bisa dilakukan di puskesmas tingkat distrik. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu lagi ke rumah sakit yang berada di pusat kota sehingga bisa meminimalkan pengeluaran.
”Ini yang kami komunikasikan ke tingkat pusat saat rapat konsolidasi nasional kemarin. Kami berupaya agar bisa memenuhi kuota sebelum pelantikan anggota KPPS pada 25 Januari 2024,” katanya.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat KPU Papua Abdul Hadi juga sependapat agar syarat dilonggarkan. Ini akan memudahkan tercapainya target kuota KPPS. Hal ini demi untuk memaksimalkan dan menyukseskan penyelenggaraan pemilu di Papua.
Trauma 2019
Steve juga mengakui, minimnya minat dari masyarakat menjadi anggota KPPS juga berkaitan dengan trauma pada Pemilu 2019 yang banyak menelan korban sakit dan meninggal. Secara nasional, tercatat 894 petugas yang meninggal dan 5.175 petugas yang sakit saat bertugas pada 2019.
Di Papua, terdapat 11 petugas KPPS meninggal saat pesta demokrasi pemilihan presiden dan pemilihan calon anggota legislatif tersebut. Mayoritas, petugas KPPS meninggal disebabkan faktor kelelahan dan penyakit bawaan.
Baca juga: Cuaca Ekstrem dan Keamanan Jadi Perhatian Saat Pemilu 2024 di Papua
Sejatinya, dengan kondisi seperti ini, KPU RI telah mengubah persyaratan dengan membatasi usia calon anggota KPPS maksimal 55 tahun dan wajib melampirkan surat keterangan sehat. Di sisi lain, sebagian kalangan menilai langkah antisipasi harus dilakukan sejak dini dengan mempersiapkan kesehatan dan keselamatan kerja petugas di Pemilu 2024.
Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Retno Asti Werdhani dalam siaran persnya mengatakan, kasus kesakitan dan kematian petugas KPPS disebabkan tiga faktor utama, yakni individu petugas, pekerjaan, dan lingkungan kerja. Hal itu diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI.
”Hasil penelitian menunjukkan, faktor penyebab (kesakitan dan kematian) dari aspek individu karena tingginya proporsi petugas berusia di atas 60 tahun, berpendidikan rendah, dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya,” katanya.
Baca juga: Cegah Kesakitan dan Kematian Petugas KPPS di Pemilu 2024
Faktor lainnya adalah fasilitas yang tidak memadai dan cuaca yang tidak mendukung. Sebagian besar TPS menggunakan tenda. Waktu kerja petugas bisa sampai 18 jam, sedangkan standar waktu untuk bekerja hanya delapan jam per hari.
Faktor penyebab lainnya yang juga perlu diperhatikan ialah faktor pekerjaan. Pada petugas KPPS Pemilu 2019, faktor psikososial dengan stressor pekerjaan yang banyak dirasakan ialah akibat kelebihan beban kerja secara kuantitatif.
Setidaknya ada delapan pokok rekomendasi yang disampaikan, yakni rekomendasi pada aspek fisik, kimia, biologi, ergonomi, psikososial atau stressor, lingkungan kerja, individu, serta budaya kerja dan koordinasi. Delapan pokok rekomendasi tersebut telah disampaikan secara langsung oleh Dekan FKUI Ari Fahrial Syam kepada KPU RI, 21 Desember 2023. (Kompas.id, 29/12/2023).