Jangan Jadikan Agama sebagai Alat untuk Mendapatkan Kemenangan Elektoral
Umat beragama diingatkan untuk menghindari adanya penggunaan politik identitas untuk meraup dukungan dalam pemilu. Agama sebaiknya menjadi landasan baik untuk berkontestasi.
MAGELANG, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2024, segenap umat beragama diingatkan kembali untuk menghindari penggunaan politik identitas untuk merebut dukungan. Semua umat juga diminta untuk tidak terlibat menggunakan isu-isu agama untuk meraih kemenangan elektoral.
”Sebaliknya, jadikanlah agama sebagai landasan baik untuk berkontestasi secara damai dalam pemilu,” ujar Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki dalam sambutannya pada acara Maha Sanghadana Pabbajja Samanera di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (23/12/2023).
Maha Sanghadana adalah bagian dari rangkaian kegiatan Pabbajja Samanera yang berlangsung di Taman Wisata Candi Borobudur selama 16-28 Desember 2023. Pabbaja Samanera ini diikuti oleh 500 orang dari seluruh Indonesia.
Pabbajja Samanera adalah semacam pelatihan menjalani praktik kehidupan calon biksu yang dijalani oleh umat Buddha. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia (MBMI).
Pesta demokrasi pemilu adalah agenda rutin yang terus berulang setiap lima tahun. Dalam pemilu, pasti ada perbedaan dan persaingan. Namun, dia mengingatkan, agar segenap masyarakat dan umat berbagai agama di Indonesia dapat melewatinya dengan senang dan gembira.
”Hadapi pemilu dengan riang gembira dan ingatlah bahwa persahabatan serta persudaraan adalah sesuatu yang harus kita jaga selamanya,” ujarnya.
Umat beragama diharapkan terus dapat menjaga dan memperteguh kebersamaan yang ada di Indonesia. Di tengah situasi mendekati pemilu seperti sekarang, segenap umat juga diminta untuk tidak memperkeruh situasi politik dengan tindakan yang kurang menyenangkan, mencaci maki, atau bahkan menistakan orang lain.
Baca juga: ”Thudong” Lintasi Empat Candi
Khusus untuk umat Buddha, Saiful mengapresiasi semua kegiatan ritual yang juga rutin diselenggarakan di Taman Wisata Candi Borobudur. Lewat semua acara tersebut, umat juga diingatkan untuk terus menjaga harmonisasi internal umat Buddha dan antarumat beragama lainnya.
”Lakukan praktik dhamma dengan baik dan benar dalam keseharian dan wujudkanlah perdamaian di Indonesia kita saat ini,” ujarnya.
Acara Pabbajja Samanera ini diharapkan dapat semakin menguatkan daya tarik Candi Borobudur sebagai destinasi wisata religi. Dengan menyelenggarakannya secara berkelanjutan, Pabbajja Samanera diharapkan juga dapat berkontribusi mendatangkan semakin banyak wisatawan dari sejumlah negara ke Indonesia.
Ketua Panitia Pabbajja Samanera Fatmawati mengatakan, pada acara Maha Sanghadana, umat Buddha menyalakan lilin dan melepaskan 300 lampion atas kompleks Taman Wisata Candi Borobudur.
Baca juga: Derma bagi Samanera Mengalir di Borobudur
Penyalaan lilin dan api lampion dimaksudkan sebagai simbol, mengingatkan umat Buddha untuk menyalakan terang dalam hati dan diri masing-masing sehingga bisa memberi terang untuk masyarakat di sekitarnya dan bagi perdamaian dunia.
Ketua Umum MBMI Agus Jaya menuturkan, penyalaan lilin dan pelepasan lampion juga menjadi simbol dari cara pencapaian batin untuk menjalankan hidup yang lebih bahagia.
Dia pun juga mengajak segenap umat untuk terus melakukan praktik dhamma untuk meningkatkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
”Perbanyak kebajikan dan wujudkanlah kedamaian dalam diri dan dunia,” ujarnya.