logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊDahulu Berjaya, Kini...
Iklan

Dahulu Berjaya, Kini Ramai-ramai Memutus Hubungan Kerja

Akibat kekurangan bahan baku, pada 2017-Mei 2023, delapan pabrik karet di Sumsel berhenti beroperasi. Kapasitas total delapan pabrik tersebut 323.200 ton per tahun.

Oleh
RHAMA PURNA JATI, IRMA TAMBUNAN, MEDIANA
Β· 1 menit baca
Buruh menuang getah karet ke dalam wadah di perkebunan karet di Desa Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/7/2021). Setiap buruh rata-rata dapat mengumpulkan 22 liter getah karet per hari. Mereka mendapat upah Rp 35.000 dari pekerjaan tersebut.
FERGANATA INDRA RIATMOKO

Buruh menuang getah karet ke dalam wadah di perkebunan karet di Desa Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/7/2021). Setiap buruh rata-rata dapat mengumpulkan 22 liter getah karet per hari. Mereka mendapat upah Rp 35.000 dari pekerjaan tersebut.

Menurunnya produktivitas kebun karet dalam enam tahun terakhir membuat pabrik karet kekurangan bahan baku. Kondisi ini berdampak pada berkurangnya daya operasional pabrik. Akibatnya, langkah efisiensi pun dilakukan, termasuk memberhentikan karyawan.

Situasi ini antara lain memukul buruh pabrik karet di sejumlah wilayah di Sumatera Selatan dan Jambi. Sayuti Harun (72), misalnya, mantan buruh pabrik karet Badja Baru yang berlokasi di Jalan Pangeran Sido Ing Kenayan, Kecamatan Gandus, Palembang, Sumsel, tidak menyangka perusahaan yang dulunya jaya dan berkembang kini harus gulung tikar.

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan