Nelayan Khawatir Dampak Lingkungan Tambang Pasir Laut
Dampak lingkungan akibat tambang pasir laut masih menghantui nelayan di Kepulauan Riau hingga 20 tahun setelah dihentikan. Dulu, tambang pasir laut juga tidak memberi manfaat ekonomi yang signifikan kepada daerah.
![Warga suku Laut mendayung sampan di kawasan pesisir yang menjadi lokasi tambang pasir kuarsa di Desa Penaah, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Kamis (21/7/2022).](https://cdn-assetd.kompas.id/842O13x_kYGHNPoHzTBdBsJ37cM=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F08%2F01%2F0d7dc231-46ac-40d7-a1be-b319c2b257d2_jpg.jpg)
Warga suku Laut mendayung sampan di kawasan pesisir yang menjadi lokasi tambang pasir kuarsa di Desa Penaah, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Kamis (21/7/2022).
BATAM, KOMPAS β Nelayan di Kepulauan Riau mengkhawatirkan dampak lingkungan atas kebijakan pemerintah yang kembali membuka ekspor pasir laut. Saat dulu tambang pasir laut masih marak, warga merasakan kerugian akibat kerusakan lingkungan lebih besar daripada keuntungan yang didapat.
Pasir laut di Kepri, yang dulu masih menjadi bagian dari Provinsi Riau, dikeruk untuk mereklamasi Singapura sejak 1978. Tambang pasir laut paling banyak berada di perairan sekitar Kabupaten Karimun dan Kota Batam.