Teman Setia ”Wong Solo” Meniti Masa
Hik atau warung wedangan bertransformasi sesuai zaman. Dari pikulan keliling, gerobak, kini model bisnis ini diterapkan di restoran dan kafe. Nuansa bersahaja tetap jadi jualan utama.
Puluhan tahun, hik atau wedangan menemani peradaban warga di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Keberadaannya lentur mengikuti masa. Berawal dari penjaja pikul keliling, hik bertransformasi melalui gerobak kayu, hingga kini diadopsi dalam konsep restoran dan kafe.
Di bawah langit gelap, Senen (70) berjalan pelan dipandu bias lampu merkuri. Badan kurusnya sekuat tenaga memikul dua bakul berisi aneka nasi bungkus dan jajanan yang ditautkan ke sebilah kayu. Dua bakul itulah penghidupannya lebih dari setengah abad sebagai penjaja hik pikulan di emperan Terminal Tirtonadi, Surakarta, Jawa Tengah.