logo Kompas.id
›
Nusantara›Juwita Djatikusumah, Tembang...
Iklan

KESENIAN

Juwita Djatikusumah, Tembang Perjuangan Sunda Wiwitan

Juwita Djatikusumah mengubah stigma menjadi kekuatan. Secuil diskriminasi bagi warga negara sesungguhnya menjadi luka mengangga bagi bangsa ini.

Oleh
Abdullah Fikri Ashri
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/E9N9bmTv5E0uprCcWcqh5VEu5kY=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F6d60b6b8-f250-486e-b117-143bf3762cb7_jpg.jpg
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Juwita Djatikusumah (50), Girang Pangaping Masyarakat Adat Sunda Wiwitan, saat diwawancara di kediamannya di Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Minggu (28/11/2021). Sebagai masyarakat adat, Juwita kerap mengalami diskriminasi dan stigma. Namun, ia membalasnya dengan karya, seperti batik, lagu, dan tarian.

Juwita Djatikusumah (50) tumbuh dalam stigma dan diskriminasi. Lewat tembang, perempuan Sunda Wiwitan ini berjuang menyuarakan indahnya keberagaman. Perjuangan itu bukan hanya untuk generasinya, tetapi juga demi keutuhan bangsa Indonesia.

Letih sudah merintih

Editor:
Cornelius Helmy Herlambang
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 16 dengan judul "Juwita Djatikusumah, Tembang Perjuangan Sunda Wiwitan".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...