Mahasiswa Serukan Elite Hentikan Politik Gentong Babi
Para elite di Indonesia tak malu-malu memanfaatkan uang rakyat ataupun fasilitas negara untuk melanggengkan kekuasaan.
JAKARTA, KOMPAS — Aliansi mahasiswa mengkritik politik gentong babi (pork barrel) yang dipertontonkan para elite dalam Pemilu 2024. Mereka miris karena para elite tak malu-malu memanfaatkan uang rakyat ataupun fasilitas negara untuk melanggengkan kekuasaan.
Perwakilan aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyampaikan kritik itu dalam mimbar bebas Kembalikan Marwah Demokrasi, di Patung Arjuna Wijaya atau kerap disebut patung kuda, dekat kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2024).
Mimbar bebas diikuti oleh 20 perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus atau perguruan tinggi. Lokasinya bergeser dari seberang Istana Merdeka ke patung kuda karena tidak mengantongi izin dari aparat keamanan.
Menjelang mimbar bebas, aparat keamanan memblokade akses ke Jalan Medan Merdeka Barat. Gerak aliansi mahasiswa pun hanya terbatas di sekitar patung kuda.
Baca juga: Mahasiswa Gelar Mimbar Bebas Tuntut Kembalinya Marwah Demokrasi
Dalam aksi itu, mereka membawa beragam poster berisi seruan, seperti ”lawan pemilu curang”, ”punya presiden rasa juru bicara”, ”punya menteri rasa buzzer”, dan ”bansos atas nama presiden utang atas nama negara”, serta spanduk besar berisi foto Presiden Joko Widodo yang menenteng dua gentong berisi babi dengan tulisan bansos pada salah satu gentong.
Spanduk dipampang pada sisi patung kuda selama mimbar bebas berlangsung.
Koordinator BEM SI Jawa Tengah dan Yogyakarta, Bagus Hadikusuma, menuturkan, aliansi mahasiswa menampilkan spanduk Jokowi menenteng gentong babi karena sikap dan perilakunya sebagai penguasa yang memanfaatkan otoritas atau rezimnya yang berkuasa saat ini untuk kepentingan tertentu.
”Presiden memanfaatkan anggaran, sumber daya negara untuk personifikasi bahwa bansos itu pemberiannya atau bantuan yang lahir dari empatinya kepada warga. Ini jelas-jelas pembodohan. Seharusnya Presiden hadir, menjaga loyalitas dan konstitusi. Bukan jadi ratu adil di mata warga miskin,” kata Bagus.
Bagus menekankan bahwa BEM SI bukan partisan politik. Mereka hadir untuk menunjukkan independensi dan intelektualitas. Semua becermin dari sikap sivitas akademika atau guru besar dari berbagai kampus yang telah menyerukan untuk menyelamatkan demokrasi.
Sikap
Selain politik gentong babi, BEM SI mengkritik intervensi Jokowi dalam Pemilu 2024 karena cawe-cawe, seperti pernyataannya bahwa kepala negara boleh berkampanye. Tak berselang lama, pernyataan tersebut diralat menjadi netralitas.
Baca juga: Mahasiswa Turun ke Jalan Mengkritisi Presiden Jokowi
Koordinator Pusat BEM SI Hilmi Ash Shidiqi menyebutkan, demokrasi dan konstitusi dipermainkan. Begitu juga instrumen negara digerakkan untuk kepentingan segelintir orang. Contohnya, penyaluran bansos yang jumlahnya lebih banyak ketimbang yang disalurkan saat pandemi Covid-19, penyelenggara pemilu yang melanggar etik berat, dan menteri yang bertindak, seperti buzzer serta memanfaatkan fasilitas negara untuk kampanye.
Selain politik gentong babi, BEM SI mengkritik intervensi Jokowi dalam Pemilu 2024 karena ’cawe-cawe’, seperti pernyataannya bahwa kepala negara boleh berkampanye.
”Kami khawatir negara rusak oleh politik dinasti. Mahkamah Konstitusi diobrak-abrik seakan mahkamah keluarga, bansos dirapel jadi sekali dari seharusnya bertahap, suara guru besar disepelekan. Elite hentikan permainan dan kembalikan demokrasi ke koridornya,” ucap Hilmi.
BEM SI masih akan menggelar aksi lain ke depannya. Saat ini sedang berlangsung konsolidasi di antara 50 kampus. Dalam aksi selanjutnya, mereka akan terus kritis sambil berhati-hati karena tak ingin ditunggangi kepentingan tertentu.