logo Kompas.id
MetropolitanGerakan “Slow Cities” agar...
Iklan

Gerakan “Slow Cities” agar Hidup Lebih Hidup

Kota-kota cenderung kian berkembang seragam, sebagai pusat segala kegiatan yang terbiasa sibuk 24 jam. Namun, kota dituntut tahu kapan harus melambat untuk menanamkan memori menyenangkan bagi warga penghuninya

Oleh
neli triana
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/KHTi355UnDbcjRU6drmSjfZcivI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F33bb487e-4bca-4519-a186-f043f756dc35_jpg.jpg
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Aktivitas pekerja dalam perawatan kawasan Agro Edukasi Wisata Ragunan di Jakarta Selatan, Minggu (27/12/2020).

Suatu hari di tahun 1986, warga Roma di Italia meradang melihat kehadiran waralaba kedai makanan cepat saji di kotanya. Kedai penjual burger kenamaan itu berlokasi di Piazza di Spagna berdekatan dengan Spanish Steps, salah satu lokasi bersejarah dan ikon Kota Roma.

The New York Times mengatakan, kota yang bangga sebagai bagian dari bangsa berjuluk “Land of Pasta” itu khawatir restoran cepat saji menandai merasuknya budaya Amerika Serikat yang serba instan, banyak, dan cepat ke kehidupan tradisional mereka. Benar saja, tak berapa lama setelah gerai pertamanya dibuka pada Maret 1986, dua gerai lain menyusul beroperasi.

Editor:
gesitariyanto
Bagikan