logo Kompas.id
β€Ί
Metropolitanβ€ΊWarga Enggan dan Gengsi untuk ...
Iklan

Warga Enggan dan Gengsi untuk Berpindah dari Air Tanah ke Air Perpipaan

Kendala utama ialah kemauan masyarakat untuk beralih dari pemakaian air tanah ke air perpipaan. Umumnya butuh paling sebentar enam bulan bagi warga untuk berproses beralih ke air tanah ke air perpipaan.

Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/jE8TUr2TXJYv3reor7PfhX64kgo=/1024x655/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F11%2F2018%2F11%2F38%2Fc7f%2F20181123JOG-Air+Tanah+1jpg%2F20181123JOG-Air+Tanah+1.jpg
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA

Air bening dan berasa tawar dari sumur di belakang Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pademangan Timur, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (23/11/2018). Sumur air tanah dangkal ini masih dimanfaatkan warga sekitar untuk mandi dan mencuci.

Penyedotan air tanah oleh masyarakat merupakan masalah perkotaan dan lingkungan yang patut ditindaklanjuti segera karena akan berakibat pada penurunan muka tanah dan intrusi air laut ke dalam cekungan air tanah Ibu Kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan, pada 2023 cakupan air perpipaan mencapai 82 persen.

Data Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya tahun 2020 menyebutkan baru 64 persen dari penduduk Jakarta yang memiliki akses air perpipaan. Sisanya masih mengandalkan air tanah yang disedot dengan memakai pompa dan sumur galian. Berdasarkan data itu, sebagian besar masyarakat yang belum memiliki atau memilih air perpipaan berada di Jakarta Selatan.

Editor:
nelitriana
Bagikan