Gejolak yang terjadi di Jerusalem dan kota-kota lain di Israel dan Palestina sepekan terakhir mengingatkan saya pada perjalanan di kota tersebut enam tahun lalu. Memotret perjalanan singkat di Kota Suci, Jerusalem, membuka mata saya tentang makna identitas dan keberagaman masyarakat.
Pada 24-25 Desember 2015, bersama orangtua saya berziarah di Jerusalem. Perjalanan masuk ke Jerusalem ditempuh selama belasan jam dari Semenanjung Sinai, Mesir, ke arah perbatasan Taba, Israel. Saya melintasi daerah gurun dan bukit yang tandus, melewati puluhan pos penjagaan militer. Di perbatasan Taba, petugas membongkar dan memeriksa isi koper dan tas. Setelah melewati pemeriksaan imigrasi, akhirnya saya mendapat izin masuk Israel.