Capres Sudah Singgung Isu Perempuan, tapi Belum Sentuh Akar Persoalannya
Perempuan merupakan pemilih terbesar dalam Pemilu 2024. Suara dan aspirasi perempuan tak bisa diabaikan.
Debat terakhir calon presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum pada Minggu (4/2/2024) malam mengundang berbagai tanggapan dari para perempuan aktivis. Kendati belum memuaskan dan belum menyentuh akar persoalan, isu perempuan yang diangkat para calon presiden dalam debat terakhir tersebut membuktikan, persoalan perempuan penting mendapat perhatian pemerintah mendatang.
”Isu perempuan memang mulai diangkat, namun belum mendalam. Mungkin karena waktunya terbatas,” ujar Zumrotin K Susilo, anggota Dewan Pengawas Yayasan Kesehatan Perempuan yang juga mantan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (5/2/2024).
Pada debat terakhir calon presiden, KPU menentukan delapan tema, yakni kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.
Baca juga: Koalisi Perempuan Serukan Tujuh Catatan Kegentingan Demokrasi
Kendati penjelasannya belum mendalam, dan masih ada calon presiden yang belum paham soal kesetaraan jender, harapannya pada saat mereka terpilih, isu perempuan akan mendapat perhatian serius. ”Yang penting sekarang kita mencatat apa yang disampaikan oleh para calon presiden tentang perempuan. Saat mereka terpilih, kita akan menagih dan memberikan masukan tentang perempuan dari berbagai aspek kehidupannya,” tambah Zumrotin.
Hal senada disampaikan Ratna Batara Munti, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jawa Barat. ”Cukup terhibur, akhirnya isu perempuan diperbincangkan,” kata Ratna.
Isu yang diperbincangkan misalnya isu kekerasan seksual yang disampaikan calon presiden nomor 1, angka kematian ibu dan kesetaraan dalam akses pendidikan yang disampaikan oleh capres nomor 2, serta pencegahan tengkes sejak perempuan akan menikah dan soal anemia yang sering dialami perempuan dan ibu hamil yang diangkat capres nomor 3.
Terlepas dari apa pun, kurang tajam dan sebagainya, Ratna menilai, setidaknya isu perempuan cukup diperbincangkan sebagai topik khusus, dan itu lumayan melegakan sejumlah perempuan aktivis. ”Setidaknya para calon presiden mengakui bahwa ada masalah nyata di lapangan yang dihadapi perempuan Indonesia. Siapa pun yang menang, jangan lupa untuk mengurusi masalah ini,” kata Ratna.
Masalah pekerja migran belum terjawab
Ketua Badan Eksekutif Nasional Perserikatan Solidaritas Perempuan Armayanti Sanusi menilai, dalam debat capres Minggu malam, persoalan tenaga kerja luar negeri belum dilihat secara komprehensif oleh ketiga capres. Para capres masih melihat langkah-langkah kuratif melalui penanganan kasus.
Hak perempuan atas kepemimpinan, hak politik, hak bebas berekspresi sangat minim, bahkan ada yang tidak menyinggung.
Sementara upaya preventif dengan strategi mengatasi ketimpangan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan yang ramah, aman, dan inklusif, termasuk perlindungan ruang kelola dan pengakuan peran masyarakat, terutama perempuan, belum menjadi bacaan penting bagi ketiga kandidat.
Selain itu, perlindungan dan pemenuhan hak buruh migran di sektor informal di semua tahapan migrasi dinilai tidak menjadi kerangka sebagai solusi dalam menjawab akar persoalan ketenagakerjaan luar negeri dalam visi misi calon. Semua tahapan itu meliputi prapemberangkatan, saat bekerja, dan setelah bekerja.
”Persoalan perempuan secara umum juga masih dilihat secara parsial,” ujar Armayanti. Dicontohkannya, penjelasan salah satu capres terkait upaya memecahkan persoalan ketenagakerjaan perempuan dengan memberikan beasiswa, makan gratis, dan gizi ibu hamil dinilainya tidak nyambung dengan pertanyaan.
Tak hanya itu, menurut Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) 2010-2014, ada capres yang menempatkan isu perempuan sebagai hal yang berharga kalau di dalam rahimnya ada anak dengan mengangkat angka kematian ibu dan ibu hamil.
Baca juga: Perempuan Aktivis Sampaikan Aspirasi kepada Ganjar Pranowo
Akan tetapi, perihal perempuan sebagai perempuan sama sekali tidak disinggung soal hak-hak dasarnya, termasuk isu kekerasan seksual yang hingga saat ini kasus-kasusnya terus terjadi. Hak perempuan atas kepemimpinan, hak politik, dan hak bebas berekspresi pun sangat minim, bahkan ada yang tidak menyinggung.
”Ada capres yang meletakkan perempuan sebagai etalase yang penting disinggung, tapi minim ’dikunyah’ dengan perspektif interseksi. Isu perempuan, buruh, disabilitas, dan lain-lain seakan jadi isu sendiri-sendiri, padahal isu tersebut saling berkaitan dan harus dilihat dengan pendekatan interseksionalitas dan intersektoralitas,” kata Yuniyanti.
Mantan komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus, menilai kurang mendalamnya jawaban para capres kemungkinan karena para capres sudah keletihan dan terlalu banyak mendengarkan respons banyak pihak.