Kesehatan Mental
Epidemi Kesepian dan Isolasi di Tengah Keramaian
Menghindari kesendirian merupakan panggilan evolusioner untuk keberlanjutan kita sebagai makhluk sosial.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F01%2F1d4d7e00-e564-4020-867c-1c5e346679bf_jpg.jpg)
Warga berswafoto di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, saat merayakan Tahun Baru 2024, Senin (1/1/2024).
Di dunia yang semakin terhubung oleh jejaring digital, epidemi kesepian ternyata semakin meluas, termasuk dialami anak-anak muda yang berada di tengah keramaian. Sindrom kesepian itu telah berdampak pada kesejahteraan mental dan fisik, bahkan meningkatkan risiko kematian dini hingga 26 persen, setara dengan risiko merokok 15 batang sehari.
Terhubung secara sosial merupakan hal mendasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Mengacu pada definisi psikolog Letita Anne Peplau dan Daniel Perlman dalam bukunya, Loneliness: A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy (1982), kesepian bisa digambarkan sebagai ”isolasi sosial yang dirasakan”, ditandai dengan rasa tertekan ketika seseorang mengalami kesenjangan antara hubungan yang diinginkan dan yang sebenarnya.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Epidemi Kesepian dan Isolasi di Tengah Keramaian".
Baca Epaper Kompas