logo Kompas.id
HumanioraBanyak Penyandang Disabilitas ...
Iklan

Banyak Penyandang Disabilitas Belum Terdaftar sebagai Pemilih Difabel

Banyak penyandang disabilitas yang tercatat sebagai pemilih umum, padahal mereka butuh tata cara yang inklusif di TPS.

Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
· 4 menit baca
Seorang warga disabilitas mengenakan baju berisi ajakan untuk memilih saat mengikuti simulasi Pemilu 2024 di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemilihan suara (TPS).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Seorang warga disabilitas mengenakan baju berisi ajakan untuk memilih saat mengikuti simulasi Pemilu 2024 di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemilihan suara (TPS).

JAKARTA, KOMPAS — Akses kelompok disabilitas untuk mencoblos saat Pemilihan Umum 2024 pada 14 Februari mendatang masih rendah. Sebagian besar dari mereka masih belum terdata sebagai pemilih difabel atau bahkan tidak tercatat sama sekali sebagai pemilih.

Hal ini tergambar dalam survei Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi YAKKUM, serta Formasi Disabilitas yang melibatkan 479 responden di 32 provinsi di Indonesia. Sebanyak 341 responden mengaku pernah didata oleh petugas sebagai pemilih untuk Pemilu 2024, tetapi ada 68 responden menyatakan tidak pernah didata, sisanya tidak tahu atau tidak menjawab.

Setelah didata pun masih didapati bahwa penyandang disabilitas yang tercatat sebagai pemilih difabel hanya 35,7 persen, sementara 44,9 persen terdata sebagai pemilih non-difabel, dan sisanya mengaku tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih. Padahal, sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2022, mereka mempunyai hak atas proses pemilihan yang inklusi dan rahasia.

”Ini jumlahnya sangat banyak, pemilih disabilitas yang tidak terdata dan belum terdata sebagai difabel. Dalam sisa waktu yang ada, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) perlu memastikan layanan yang inklusif, termasuk lokasi tempat pemungutan suara yang aksesibel,” kata Haris Munandar, Wakil Direktur SIGAB, saat jumpa pers secara virtual, Kamis (18/1/2024).

Esti (60), seorang penyandang disabilitas, dibantu petugas TPS mencelupkan jarinya ke tinta seusai memberikan suara di TPS 114, Kelurahan Cilandak, Kecamatan Cilandak Barat, Jakarta. Ia merasa kesulitan dalam mencoblos karena meja yang digunakan lebih tinggi daripada tubuhnya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA

Esti (60), seorang penyandang disabilitas, dibantu petugas TPS mencelupkan jarinya ke tinta seusai memberikan suara di TPS 114, Kelurahan Cilandak, Kecamatan Cilandak Barat, Jakarta. Ia merasa kesulitan dalam mencoblos karena meja yang digunakan lebih tinggi daripada tubuhnya.

Para disabilitas ini sebenarnya sangat antusias untuk berpartisipasi memilih calon pemimpin negara. Sebab, 77 persen responden menyatakan sangat mengetahui perkembangan politik dan hak difabel dalam pesta demokrasi serta terus mencari tahu informasi tahapan Pemilu 2024. Bahkan, 95,5 persen menyatakan penting untuk memperjuangkan nasib mereka dengan menggunakan haknya di bilik suara.

Selain itu, mereka juga merasa kesulitan memahami dan mengakses informasi seputar pemilu karena bahasa yang digunakan belum ramah disabilitas. Misalnya, tidak adanya penerjemah bahasa isyarat dalam beberapa kampanye.

Baca juga: Gelang Pintar untuk Cegah Kekerasan pada Difabel

Dewan Pertimbangan SIGAB Joni Yulianto menambahkan, Bawaslu juga harus memperkuat pemantauan penyelenggaraan pemilu agar menjadi inklusif, tidak hanya fokus memantau pelanggaran-pelanggaran kampanye oleh calon legislatif atau eksekutif. Dia menegaskan, semua masyarakat memiliki hak suara yang sama dalam pemilu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Iklan

”Ketersediaan dan pemanfaatan alat bantu pencoblosan harus ada di setiap TPS yang ada pemilih difabelnya, serta pendamping tidak boleh memengaruhi pilihannya,” kata Joni.

Survei ini dilakukan selama dua minggu dari 23 Desember 2023 sampai 3 Januari 2024 melalui kuesioner daring. Para responden adalah penyandang disabilitas dengan beragam jenis, mulai dari disabilitas fisik, sensorik tuli atau netra, intelektual, psikososial, dan multidisabilitas yang sudah memiliki hak pilih.

Bagi pemilih yang tidak mempunya dua belah tangan dan tunanetra, pendamping dapat mewakili mencoblos.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Pramono Ubaid Tanthowi menambahkan, masyarakat juga perlu turut menyosialisasikan hak pilih kepada kelompok disabilitas. Partisipasi aktif masyarakat turut membuat pesta demokrasi ini semakin berkualitas.

”Masyarakat sipil bisa melakukan sosialisasi agar jangkauannya menjadi lebih luas hingga ke kelompok rentan. Masih ada waktu untuk memperbaiki DPT,” kata Pramono.

Petugas mengatur warga Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih yang akan mengikuti Sosialisasi Pemilu 2024 oleh KPU Kota Surabaya, Surabaya, Selasa (19/12/2023). Sosialisasi dilakukan oleh komisioner KPU, Nafilah Astri Swarist. Dalam Pemilu 2024 sebanyak 290 warga Liponsos terdaftar sebagai pemilih. Sebagian besar warga Liponsos mempunyai disabilitas mental.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Petugas mengatur warga Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih yang akan mengikuti Sosialisasi Pemilu 2024 oleh KPU Kota Surabaya, Surabaya, Selasa (19/12/2023). Sosialisasi dilakukan oleh komisioner KPU, Nafilah Astri Swarist. Dalam Pemilu 2024 sebanyak 290 warga Liponsos terdaftar sebagai pemilih. Sebagian besar warga Liponsos mempunyai disabilitas mental.

Menanggapi hal ini, anggota KPU, Mochammad Afifuddin, menjelaskan, pihaknya akan terus memperbaiki teknis pemungutan suara yang inklusif sesuai dengan aturan yang ada. Misalnya, proses pengiriman logistik alat bantu disabilitas netra untuk pemilihan presiden saat ini sudah mencapai 54,83 persen dan untuk pemilihan DPD RI sudah mencapai 50,25 persen.

Dia juga menjelaskan, sesuai dengan Pasal 43 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2019, pemilih disabilitas netra, tunadaksa, ataupun penyandang disabilitas lainnya yang mempunyai halangan fisik lain dapat dibantu oleh pendamping. Pendamping ini bisa anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) atau orang lain sesuai permintaan pemilih difabel yang bersangkutan.

Baca juga: Pelibatan Difabel dalam Aksi Iklim Harus Diperkuat

Bagi pemilih yang tidak mempunya dua tangan dan disabilitas netra, pendamping dapat mewakili mencoblos. Namun, Afifudin menegaskan, pendamping ini hanya membantu menjelaskan tata cara memilih, bukan mengarahkan pilihan pemilih difabel. Semua proses ini akan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilu di TPS.

”Pendamping itu harus menandatangani formulir pendampingan sebagai bagian dari syarat administratif agar kerahasiaan yang didampingi juga terjamin,” kata Afifudin.

Berdasarkan data KPU, ada sebanyak 1.101.178 penyandang disabilitas sudah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024. Jumlah pemilih penyandang disabilitas ini mencakup 0,54 persen dari total 204,8 juta pemilih nasional.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan