logo Kompas.id
HumanioraSayup-sayup Kebudayaan di...
Iklan

Sayup-sayup Kebudayaan di Tengah Ingar Bingar Pesta Demokrasi

Isu kebudayaan tidak menjadi unggulan ketiga capres-cawapres di Pemilu 2024.

Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
· 5 menit baca
Bentuk keprihatinan masyarakat dengan perilaku sebagian elite menjelang pemilu disampaikan melalui mural seperti terlihat di kawasan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (8/9/2023). Kritik sosial menjadi salah satu alat kontrol terhadap jalannya kekuasaan.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Bentuk keprihatinan masyarakat dengan perilaku sebagian elite menjelang pemilu disampaikan melalui mural seperti terlihat di kawasan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (8/9/2023). Kritik sosial menjadi salah satu alat kontrol terhadap jalannya kekuasaan.

Jam digital di gedung Komisi Pemilihan Umum kini sudah menunjukkan angka 64. Artinya, dua bulan lagi kita akan merayakan pesta demokrasi Pemilu 2024. Namun, sampai saat ini ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden belum menjadikan isu kebudayaan sebagai prioritas program.

Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden mulai dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD masih menempatkan isu kebudayaan dalam urutan kesekian. Setidak-tidaknya dalam dokumen visi dan misi mereka.

Kelompok Riset Kemiskinan, Ketimpangan dan Perlindungan Sosial, Pusat Riset Kependudukan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membedah dokumen itu dalam analisis teks. Hasilnya, pasangan Anies-Muhaimin menyebut hal yang mengandung kata ”budaya” sebanyak 50 kali, Prabowo-Gibran 44 kali, dan Ganjar-Mahfud sebanyak 15 kali.

Genetika bangsa ini kebudayaan. Kalau pemimpin ini punya komitmen kebudayaan, itu harus dibuktikan dengan menjadikan kebudayaan satu kementerian sendiri.

Beberapa kata yang ditemukan ini tidak sepenuhnya terfokus pada upaya pemajuan kebudayaan. Ada yang melekat pada makna lain, seperti budaya organisasi, politik, dan hukum. Frekuensi penyebutan kata kunci ini menjadi indikasi awal dalam upaya mereka untuk memajukan kebudayaan ke depan.

”Dari analisis teks saja, kebudayaan tidak masuk dalam top ten. Jadi bisa kita katakan isu ini tidak termasuk top of mind-nya para capres dan cawapres. Semua masih fokus pada ekonomi, hukum, kesehatan, pendidikan, dan desa,” kata peneliti BRIN, Yanu Endar Prasetyo, Minggu (10/12/2023).

Tiga pasangan calon menunjukkan nomor urut saat rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Selasa (14/11/2023). Berdiri dari kiri ke kanan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (nomor urut 2), pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (nomor urut 3), dan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (nomor urut 1),
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Tiga pasangan calon menunjukkan nomor urut saat rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Selasa (14/11/2023). Berdiri dari kiri ke kanan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (nomor urut 2), pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (nomor urut 3), dan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (nomor urut 1),

Jika dibedah lebih jauh lagi, Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran menyebut dana abadi kebudayaan akan tetap menjadi program unggulan mereka dalam upaya pemajuan kebudayaan. Ganjar-Mahfud tidak menyebut dana abadi kebudayaan, tetapi akan memberikan dukungan sumber daya, penghargaan, dan apresiasi nyata kepada para budayawan jika terpilih nanti.

Namun, ketiganya sepakat bahwa industri kreatif berbasis kebudayaan perlu didorong agar mendunia demi membangun citra dan diplomasi Indonesia secara global. Perawatan dan revitalisasi warisan-warisan budaya material, seperti kawasan cagar budaya, museum, dan pusat-pusat kebudayaan lainnya, pun tak luput dari perhatian ketiganya.

Yang menjadi pembeda, Anies-Muhaimin mencanangkan program penguatan pengembangan kebudayaan di wilayah Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara sebagai gerbang pariwisata, gapura keberagaman, dan pagar kebudayaan. Selain itu, pasangan calon nomor urut 1 ini ingin membangun pusat sinema kelas dunia, satu layar untuk satu populasi, hingga penguatan lembaga adat.

”Kalau 01 lebih spesifik mulai dari penataan kampung kota, pusat sinema kampung, ini urban sekali. Mungkin pengaruh pernah Gubernur DKI,” ujarnya.

Prabowo-Gibran menyebut pendekatan kebudayaan harus diperkuat di daerah konflik dan rawan separatisme, serta internalisasi budaya bahari dalam sistem pendidikan nasional. Pasangan calon nomor urut 2 ini juga ingin membangun taman-taman budaya, festival budaya, kampung seni-budaya, hingga pertukaran budaya internasional.

”Tampaknya visi 02 ini seperti upaya melanjutkan dan perluasan dari program-program kebudayaan di Solo,” tutur Yanu.

Sementara itu, visi Ganjar-Mahfud ingin menempatkan kebudayaan dalam sisi yang lebih abstrak dan menyentuh persoalan mendasar. Pasangan calon nomor urut 3 ini ingin membentuk karakter dan kepribadian bangsa dengan program atau jargonnya dalam dokumen visi misi tersebut, mulai dari budaya tertib hukum, budaya sportif, hingga disiplin nasional dalam cara pikir, cara kerja, dan cara hidup yang unggul.

”Ini mirip gerakan ’revolusi mental’. Mereka lebih menekankan disiplin nasional, budaya tertib hukum, mungkin masih ada pengaruh dari nawacita sebelumnya,” ujarnya.

Baca juga: Memilih Nama Anak Melestarikan Kebudayaan

Iklan
Perbandingan frekuensi kata terbaik pemajuan kebudayaan dalam dokumen visi dan misi capres 2024 yang dianalisis oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yanu Endar Prasetyo.
KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO

Perbandingan frekuensi kata terbaik pemajuan kebudayaan dalam dokumen visi dan misi capres 2024 yang dianalisis oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yanu Endar Prasetyo.

Perbedaan cara ketiga pasangan calon memandang isu kebudayaan ini turut dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman, hingga pertimbangan konstituen yang mereka sasar. Isu industri kreatif, UMKM kebudayaan, beasiswa, dunia film, hingga festival mungkin menyasar kaum muda. Sementara isu warisan budaya, cagar budaya, hingga dana abadi kebudayaan akan disorot oleh seniman, pelaku budaya dan budayawan.

Walau begitu, Yanu menilai belum ada program atau inovasi konkret dari ketiga pasangan calon untuk menjadikan kebudayaan sebagai tonggak memajukan bangsa. Padahal, kebudayaan adalah pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kekayaan budaya Nusantara, seharusnya calon pemimpin ke depan menjadikan kebudayaan sebagai yang utama.

Baca juga: Teater Politik dan Komodifikasi Kebudayaan

Oleh karena itu, publik berharap agar KPU menggali lebih dalam pemikiran dan gagasan ketiga paslon tentang kebudayaan. Sebab, kebudayaan bangsa Indonesia yang kaya potensial untuk menjadi tonggak kemajuan bangsa, bukan lagi sumber daya alamnya yang sekarang semakin rusak.

”Budaya selalu menjadi pelengkap saja, padahal dulu prinsip Bung Karno (Soekarno) pendidikan bangsa berkarakter yang bersumber dari kebudayaan. Jadi, kalau dimarjinalkan, itu kurang pas,” kata Yanu.

Presiden Joko Widodo menerima seniman Butet Kartaredjasa di Istana Merdeka, Jakarta, 3 Agustus 2023. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menerima pemaparan mengenai sebuah tarian untuk mengakomodasi keberagaman budaya yang ada di Ibu Kota Nusantara (IKN).
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS

Presiden Joko Widodo menerima seniman Butet Kartaredjasa di Istana Merdeka, Jakarta, 3 Agustus 2023. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menerima pemaparan mengenai sebuah tarian untuk mengakomodasi keberagaman budaya yang ada di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Budayawan Butet Kertaredjasa punya pandangan berbeda. Dia berharap presiden yang baru nanti memisahkan kebudayaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Menurut Butet, Kementerian Kebudayaan harus berdiri sendiri.

Dengan begitu, menterinya bisa menaruh fokus yang lebih besar pada upaya-upaya pemajuan kebudayaan, pelestarian warisan budaya, perlindungan cagar budaya, seniman semakin diperhatikan, industri kreatif semakin berkembang, promosi wisata budaya semakin kencang, bahasa semakin lestari, dan diplomasi budaya bisa berdampak lebih luas ke sektor lain.

”Genetika bangsa ini kebudayaan. Kalau pemimpin ini punya komitmen kebudayaan, itu harus dibuktikan dengan menjadikan kebudayaan satu kementerian sendiri,” kata Butet.

Baca juga: Visi-Misi Pendidikan Capres Dinilai Belum Sentuh Substansi

Demi kebaikan bersama

Terlepas dari itu semua, sejumlah seniman dan budayawan dalam Akademi Jakarta menyatakan proses menjelang Pemilu 2024 sedang mengisyaratkan kehancuran nalar publik yang melemahkan kebudayaan. Ini mengancam keberlanjutan dan ketangguhan Indonesia sebagai bangsa dalam pembangunan demokrasi berkelanjutan.

Akademi Jakarta menyoroti praktik pengabaian prinsip-prinsip demokrasi dengan memanipulasi konstitusi sebagai hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pemberitaan media juga sangat vulgar menunjukkan keberpihakannya walau bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

Seno Gumira Ajidarma
KOMPAS/RIZA FATHONI

Seno Gumira Ajidarma

Riset berbasis kepentingan politik melanggar etika ilmu pengetahuan, keterbukaan finansial dalam prosedur demokrasi adalah indikator kejujuran yang menentukan dan keberpihakan lembaga pemerintah pada kontestan mana pun tidak dapat dibenarkan.

”Pencapaian sistem politik demokratis adalah hasil yang lebih penting daripada kemenangan salah satu kontestan,” kata Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma saat membacakan pernyataan berjudul ”Demi Kebaikan Bersama” di Taman Ismail Marzuki, 4 Desember 2023.

Baca juga: 817 Koleksi Prasejarah di Museum Nasional Terbakar

Pernyataan tegas ini disepakati oleh semua anggota Akademi Jakarta 2020-2025, yakni Afrizal Malna, Armantono, Bambang Harymurti, Karlina Supelli (Wakil Ketua), Kusmayanto Kadiman, Melani Budianta, I Sandyawan Sumardi, Seno Gumira Ajidarma (Ketua), Syamsuddin Ch Haesy, Tisna Sanjaya, dan Zeffry Alkatiri.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan