Catatan Iptek
Politik Kotor Udara Jakarta
Udara kotor di Jakarta dan sekitarnya tidak datang dengan tiba-tiba, pun solusinya tidak bisa instan dan individual. Kita perlu komitmen dan kebijakan tegas negara dengan menyasar sumber polusinya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F22%2F66b87bc3-8d2c-4b96-bd54-73f8f50fa1cb_jpg.jpg)
Kondisi langit Jakarta yang diselimuti kabut polusi pada hari kedua pelaksanaan kerja dari rumah (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Selasa (22/8/2023). Menurut situs IQAir, pada Selasa sekitar pukul 07.00, nilai indeks mutu udara di Jakarta sebesar 170 atau dalam kondisi tidak sehat.
Udara kotor di Jakarta dan sekitarnya tidak datang dengan tiba-tiba, pun solusinya tak bisa instan dan individual. Belajar dari Beijing, China, yang pernah mengalami masalah serupa, upaya mengatasinya butuh komitmen politik kuat, terutama dengan menutup pembangkit listrik batubara dan industri kotor yang menjadi sumber utama pencemaran.
Beijing memutuskan menutup pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara terakhirnya pada Sabtu, 18 Maret 2017. Dengan demikian, ibu kota China berpenduduk 30 juta jiwa itu menjadi kota pertama di China yang seluruh kebutuhan energinya dipasok gas alam, panel surya, hidro, dan angin. Belakangan mereka mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 5 dengan judul "Politik Kotor Udara Jakarta".
Baca Epaper Kompas