logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊMemberi, tetapi Tidak...
Iklan

Memberi, tetapi Tidak Berkekurangan

Indonesia berkali-kali mampu bertahan dari krisis dan bangkit dari keterpurukan berkat kedermawanan antarwarga. Di balik budi baik tersebut, terselip rasa kebahagiaan yang tak tak bisa diukur dengan materi.

Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
Β· 1 menit baca
Warga membeli nasi yang dijual dengan membayar seikhlasnya oleh siswa SMA Kebangsaan di depan sekolah mereka di jalan raya Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (18/12/2020). Kegiatan berbagi nasi pada masa pandemi ini dilakukan dengan modal awal uang iuran yang mereka kumpulkan. Dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan serupa di lain waktu.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Warga membeli nasi yang dijual dengan membayar seikhlasnya oleh siswa SMA Kebangsaan di depan sekolah mereka di jalan raya Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (18/12/2020). Kegiatan berbagi nasi pada masa pandemi ini dilakukan dengan modal awal uang iuran yang mereka kumpulkan. Dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan serupa di lain waktu.

Indonesia dikenal sebagai negara paling dermawan sedunia. Warga Indonesia suka menyumbang uang, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan menolong orang yang bahkan tidak dikenal. Alih-alih merasa kekurangan setelah memberi, orang-orang justru merasa semakin ”kaya” saat bisa menolong orang lain.

Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 19 Jakarta Selatan, Endang Yuliastuti (53), tumbuh di keluarga dengan jiwa sosial yang tinggi. Meski tidak kaya raya, keluarganya kerap membantu orang lain. Bapaknya pernah berpesan agar Endang tidak ragu memberi untuk orang lain.

Editor:
ICHWAN SUSANTO, ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan