logo Kompas.id
HumanioraKetika Cita-cita Siswa...
Iklan

Ketika Cita-cita Siswa Dianggap ”Berbeda”

Menjadi petani belum jadi kebanggaan anak-anak muda Indonesia. Sistem pendidikan dan sistem pertanian belum sejalan untuk mengajak anak-anak Indonesia memilih cita-cita sebagai petani.

Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
· 1 menit baca
SMK Negeri 4 Merauke di Kampung Kumbe, Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, menjadi satu-satunya SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) di Kabupaten Merauke. Meskipun minim mitra industri, SMK Kumbe ini mampu mengembangkan potensi sekolah dalam pengolahan beras dengan cara bermitra dengan siswa yang orangtuanya petani padi.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU

SMK Negeri 4 Merauke di Kampung Kumbe, Distrik Malind, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, menjadi satu-satunya SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) di Kabupaten Merauke. Meskipun minim mitra industri, SMK Kumbe ini mampu mengembangkan potensi sekolah dalam pengolahan beras dengan cara bermitra dengan siswa yang orangtuanya petani padi.

Di SMP Nusantara di Yogyakarta, belajar menyenangkan yang menghargai keragaman siswa jauh dari kenyataan. Sekolah lebih peduli pada predikat sekolah terbaik, para orangtua berlomba-lomba mendorong anak punya nilai tinggi.

Akhirnya, kesuksesan pun dimaknai dengan hidup berpunya. Pilihan cita-cita masa remaja para siswa terjebak pada profesi yang menghasilkan banyak uang, seperti dokter, insinyur, pengusaha, atau arsitek. Tak jarang, cita-cita anak pun telah ditetapkan sepihak oleh orangtua.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan