Lagu Menuju Pemilu, tetapi Bukan Mars Partai
Trio Bars of Death merilis lagi album politis ”Morbid Funk” sebulan sebelum Pemilu 2024. Kali ini dalam format vinil.
Satu hari menjelang Pemilu 2014, label Grimloc Records mengeluarkan abum kompilasi bertitel Memobilisasi Kemuakan. Album lintas genre itu salah satunya diisi trio hiphop yang baru dibentuk rapper veteran bernama Bars of Death dengan lagu ”A.C.A.G.”. Satu dasawarsa kemudian, Bars of Death merilis ulang album Morbid Funk dalam format piringan hitam yang memuat lagu itu.
Perilisan piringan hitam itu patut dicurigai punya ”agenda” tertentu. Bagaimana tidak, lagu yang pernah masuk album yang mempertanyakan demokrasi kotak suara dikeluarkan lagi satu bulan sebelum Pemilu 2024. Bars of Death merilis piringan hitam ini di bawah label Grimloc Records setelah mengeluarkan format CD dan kasetnya pada 2020.
Tak ada yang berubah dalam peluncuran piringan hitam Bars of Death kali ini kecuali kenyataan mereka telah membubarkan diri pada 2020, tepat setelah album perdananya keluar. Mereka seperti penggalan puisi Chairil Anwar, ”Sekali berarti sudah itu mati...”.
Baca juga: Taylor Swift Memuncaki Sinar Perempuan Musisi pada Grammy 2024
Nyatanya, ”arti” yang mereka sodorkan masih beresonansi hingga hari ini. Lagu ”A.C.A.G.” masih aktual, tak berkurang sedikit pun. Lagu ini memuat puncak kemuakan pada aparat yang membekingi kepentingan korporat, yang seringnya bikin susah rakyat. Lagu ini ditulis sebelum kasus jenderal polisi terlibat menyelundupkan narkoba.
Dengarkan saja repetan MC Morgue Vanguard pada bait ketiga yang berbunyi, ”Hukum hanya mitos/lihat apa yang sedang terjadi/belajar dari nasib para petani yang kami bui/dari lahan pantai Kulon Progo hingga Mesuji/kalian pikir siapa lagi yang selalu kami bekingi/...”. Kata ”kami” adalah wujud sindiran telak.
MC Sarkasz, rekan Morgue Vanguard, tak kalah sarkasnya. Di bait pertama dia merangkai rima mengerikan. ”Sebut kami John Gotti abdi La Cosa Nostra/Seloyal perampok Somali di hadapan kotak pandora/Seloyal mercenary di hadapan uang sewa…Kalian hanyalah pemirsa/...,” ucapnya sengak.
Musik pada lagu ini dikonstruksi dari sampling bernuansa funk dan soul. Disjoki E-One memainkan rotasi piringan hitam menghasilkan suara gesekan kasar yang berpadu dengan ketukan patah. Potongan musik jazz swing menutup lagu yang setelah potongan suara ”Tanda tangan/Tanda tangan di situ/Udah ngaku aja/tanda tangan BAP/...”. Mencekam dengan gaya komikal.
Album ini memuat 9 lagu dan 1 remix dengan waktu putar 41 menit. Salah satu lagu lainnya yang penting disimak lekat-lekat adalah ”Tak Ada Garuda di Dadaku”. Lagu ini dibuka dengan suara baris-berbaris yang patriotik, yang langsung disahut dengan ”Jangan pernah tanyakan apa yang telah negara berikan/sejak riset militer membutuhkan lapangan pembuktian/seberapa mematikan pemaksaan atas nama kedaulatan/...”.
Di ujung lagu, maksudnya makin terang-benderang. ”Jangan pernah tanyakan apa yang negara berikan kepadamu/karena hasil pemilu akan menentukan pasar yang investor serbu/...”. Rasanya, lagu ini pas didengarkan setelah menonton debat capres atau pagi menjelang berangkat ke TPS.
Produksi suara dalam format piringan hitam ini sangat mumpuni. Ketukan bas terdengar menghantui. Garukan disjoki pada piringan hitam bergantian keluar di pelantang kanan dan kiri. Suara vokal terdengar jelas mempertebal diksi. Lagu puitik ”Bait Kematian” adalah nomor refleksi sebagai rangkuman riuh-rendah sepanjang album.
Baca juga: Peluang Besar Perempuan Musisi di Grammy 2024
Sampul album ini menggunakan lukisan karya seniman muda Riandy Karuniawan. Lukisan bertema distopia bernuansa ungu dan magenta terlihat makin bagus di sampul piringan hitam yang besar. Apalagi, di dalamnya ada bonus poster kertas berukuran sangat besar dengan tema sama.
Format piringan hitam ini dijual dengan pilihan cakram warna ungu muda dan hitam. Salinannya hanya dicetak sebanyak 285 keping. Di situs label, persediaan sudah ludes. Bisa jadi beberapa distributor resmi masih menyisakan sedikit.
Kalau tak dapat, tak apa mendengarnya di pelantar digital. Meski tak dapat poster, lagunya malah bisa didengar kapan saja, di mana saja. Dengan beat berdentum serta lirik sarkastik, rasanya pas juga mendengar album ini pakai earphone saat berdesakan di kereta komuter menuju tempat kerja—yang bisa jadi sudah dibekingi itu.
Artis: Bars of Death
Album: Morbid Funk
Penerbit: Grimloc Records
Durasi: 41 menit
Format: Piringan hitam
Harga: Rp 450.000