Kandang Kambing Nurjawilah
Samar-samar suara terdengar dari bilik kecil Nurjawilah. Makin lama makin terang tersimak. Tak lama berselang, halaman rumah Nurjawilah sudah penuh sesak orang.
Selapuk-lapuknya tubuh Nurjawilah setelah ditinggal suami, kandang kambing di lereng bukit itu masih jauh lebih lapuk. Atapnya tiris. Tiang utama yang sudah miring ke kiri, hanya terselamatkan oleh tebing. Balok-balok penyangga tiang berderak-derak hanya karena embusan angin tipis-tipis dari atas bukit.
Kambing-kambing piaraan Nurjawilah mengembik tak sudah-sudah, bila tempias hujan masuk dari semua sisi dinding anyaman bambu yang bolong di sana-sini. Usia kerapuhan kandang itu adalah akumulasi dari usia perkawinan yang telah memproduksi tiga anak, ditambah umur perceraian yang sudah menghasilkan tiga periode lamaran duda kaya, yang semuanya berakhir dengan penolakan telak.