logo Kompas.id
Gaya HidupNama Jalan
Iklan

Analisis Budaya

Nama Jalan

Para pahlawan biasanya berjuang untuk kepentingan kelompok sendiri, ada pamrih. Pembelot yang bukan pengkhianat berkorban untuk keyakinan dan kepentingan lebih besar: kemanusiaan yang adil dan beradab.

Oleh
Ariel Heryanto
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/RjYrNIYw8wEkwKmvKVdT3Qv7EQI=/1024x951/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2Fkompas_Ariel-Heryanto_1636723663.jpg
KOMPAS/RIZA FATHONI

Ariel Heryanto

Seorang mahasiswa mati tertembak dalam demonstrasi anti-Soekarno tahun 1966. Menurut Arief Budiman, tokoh aktivis Angkatan 66, para aktivis tak ada yang mengenalnya. Menurut yang mengenal almarhum, ia bukan seorang aktivis. ”Mungkin ia penonton sial. Kena peluru nyasar karena terlambat tiarap,” seloroh Arief.

Namun, ia dipahlawankan Orde Baru, untuk mencemarkan wibawa pemerintah Soekarno. Nama Arif Rahman Hakim dipakai menjadi nama jalan di beberapa kota. Juga untuk nama masjid di Kampus Salemba, Universitas Indonesia, selain nama stasiun radio swasta di Jakarta.

Editor:
Mohammad Hilmi Faiq
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Nama Jalan".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...